JAKARTA - Menyikapi lonjakan kasus keracunan yang mencoreng program Makan Bergizi Gratis (MBG), Badan Gizi Nasional (BGN) mengambil langkah tegas dengan membentuk dua lini investigasi mendalam. Keputusan ini diambil demi memastikan keamanan dan kepercayaan publik terhadap program pangan bergizi yang digagas pemerintah.
Upaya penelusuran akar masalah keracunan ini melibatkan tim gabungan yang solid, terdiri dari unsur Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Badan Intelijen Negara (BIN). Tak hanya itu, BGN juga menggandeng para pakar independen dari berbagai disiplin ilmu untuk memberikan perspektif yang objektif dan komprehensif.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menjelaskan bahwa pembentukan tim investigasi ini merupakan hasil koordinasi erat dengan berbagai pemangku kepentingan. "Di tim investigasi ini kita bentuk dua. Dari dalam ada Deputi Tauwas, itu pemantauan dan pengawasan, nanti akan bekerja sama, di situ ada Kepolisian, BIN, Dinkes, BPOM, dan juga pemda setempat untuk mengadakan investigasi, " ungkap Nanik dalam sebuah jumpa pers di Kantor BGN, Jakarta, Jumat (26/09/2025).
Pendekatan multidisiplin ini diharapkan mampu mengungkap seluruh aspek penyebab keracunan, tidak hanya terbatas pada isu Standar Operasional Prosedur (SOP) yang selama ini diduga menjadi salah satu faktor utama. Nanik menekankan pentingnya peninjauan dari berbagai sisi. "Saya minta gini. Apapun harus dilihat dari berbagai sisi. Kan dari SOP kami melakukan perbaikan. Tapi, kemudian saya, kebetulan Kepala BIN kan nelfon, pokoknya saya minta BIN turun sekarang. Kan dari kepolisian sekarang udah turun, " tegasnya.
Tim independen yang dibentuk BGN ini beranggotakan para ahli kimia, farmasi, chef, serta pakar dari berbagai bidang keilmuan lainnya. Mereka bertugas mendalami secara spesifik 70 kasus keracunan yang dilaporkan terjadi sepanjang Januari hingga September 2025, yang berdampak pada ribuan penerima program MBG.
Menyoal sejauh mana hasil penyelidikan akan diungkap ke publik, Nanik memberikan tanggapannya. "Kalau yang tidak membahayakan keadaan negara ya kami buka, ya kan ini menyangkut masyarakat, misalnya apa? Kan tadi sudah saya buka, kebanyakan (penyebab keracunan) karena salah SOP, tapi kalau yang politis-politis kan tidak usah dibuka nanti jadi ribut, " jelas Nanik.
Data BGN mencatat, dari 70 kasus keracunan tersebut, 5.914 penerima MBG terdampak. Sebaran kasus mencakup wilayah I Sumatera dengan sembilan kasus (1.307 korban), wilayah II Pulau Jawa dengan 41 kasus (3.610 penerima), dan wilayah III (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, Nusa Tenggara) dengan 20 kasus (997 penerima).
Penyebab utama keracunan yang berhasil diidentifikasi meliputi kontaminasi bakteri seperti E. Coli (air, nasi, tahu, ayam), Staphylococcus Aureus (tempe, bakso), Salmonella (ayam, telur, sayur), Bacillus Cereus (mie), serta Coliform, PB, dan Klebsiella dari air yang terkontaminasi. (PERS)