KERINCI, JAMBI - Polemik pencairan Bantuan Keuangan Bersifat Khusus (BKBK) tahun anggaran 2024 kian menyesakkan dada para kepala desa di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Hingga kini, dana yang dijanjikan tak kunjung menyentuh rekening pemerintah desa, meski informasi terbaru menyebutkan uang tersebut telah ditransfer ke kas daerah masing-masing.
Skema awal pencairan BKBK seharusnya jelas Rp100 juta per desa, dicairkan 70 persen di tahap I dan 30 persen di tahap II. Namun yang terjadi justru terbalik. Pemerintah Provinsi Jambi pada tahap pertama hanya mencairkan 30 persen, sementara 70 persen sisanya hingga kini belum dibayarkan.
Situasi ini membuat para kades harus menutup biaya program dengan Dana Desa (DD), bahkan sampai berutang. Risiko hukum pun mengintai, karena penggunaan DD di luar peruntukan bisa menjadi masalah di kemudian hari.
“Kalau dana tidak segera cair, kami bisa terjerat aturan. Sementara masyarakat menunggu janji program yang sudah kami jalankan, ” ujar seorang kades di Sungai Penuh.
Ironisnya, beredar informasi bahwa dana BKBK sebenarnya sudah masuk ke kas daerah kabupaten/kota. Namun, meski uang diduga sudah tersedia, realisasi pencairan ke desa-desa tak kunjung dilakukan. Hah itupun disebut - sebut alibi Gubernur Jambi, Al Haris hanya melemparkan wacana ke publik.
“Bahkan kalaupun sudah masuk ke kas daerah, mengapa tidak segera disalurkan ke desa? Ini yang membuat kami bingung. Jangan-jangan Pemprov hanya melempar wacana, sementara kami yang jadi korban, ” sindir seorang kepala desa di Kerinci.
Ketidakjelasan pencairan ini membuat keresahan semakin dalam. Di lapangan, program desa terancam mandek, sementara kepercayaan masyarakat terhadap aparatur desa ikut tergerus. Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan terbuka dari Pemerintah Provinsi Jambi terkait alasan penahanan pencairan tersebut.(son)