Kediri - Anggota DPR RI Komisi VIII dari Fraksi PKB, KH. An’im Falachuddin Mahrus, M.Pd, menyesalkan tayangan di salah satu stasiun televisi nasional yang dianggap tidak sopan terhadap ulama sepuh, KH. Anwar Mansur dari Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.
“Tayangan itu sangat-sangat tidak sopan. Sekelas Trans7 menayangkan dan berkomentar tentang kesepuh yang kita hormati itu sangat biadab dan tidak berperikemanusiaan, ” tegas Gus An’im saat ditemui usai acara di Kediri, Rabu (15/12025)
Ia menilai, apa yang ditayangkan media tersebut telah melecehkan figur ulama yang selama ini menjadi teladan ribuan santri dan masyarakat.
“Kami sangat menyayangkan. Sebab kami tahu betul siapa KH. Anwar Mansur. Beliau pekerja keras sejak muda, bersama istri beliau, Nyai Umi Kulsum, berjuang dengan penuh dedikasi dalam pendidikan dan dakwah, ” lanjutnya.
Menurut Gus An'im keberhasilan para kiai bukanlah hasil memanfaatkan santri, tetapi buah dari kerja keras dan keikhlasan dalam mengamalkan ilmu.
“Kalau toh beliau diberi rezeki berlebih oleh Allah, itu karena kerja kerasnya. Para kiai yakin, siapa yang mengamalkan ilmu akan dijamin rezekinya oleh Allah. Mustahil Tuhan menyia-nyiakan kiai yang berjuang dengan ilmu dan amalnya, ” ujarnya.
Ia menegaskan, para kiai selama ini telah berkorban besar untuk pendidikan pesantren baik tenaga, pikiran, maupun harta.
“Banyak pondok dibangun dari hasil kerja keras kiai sendiri. Jadi, sangat keliru kalau disebut menggantungkan hidup pada santri, ” tambahnya.
Gus An’im juga menyebut, sejumlah alumni telah mendatangi kantor Trans7 untuk meminta klarifikasi dan permintaan maaf resmi.
“Alhamdulillah setelah protes itu, Trans7 mengirim surat permintaan maaf. Tapi kami berharap hal semacam ini tidak terulang lagi, ” ungkapnya.
Politisi PKB asal Kediri itu mendesak agar lembaga penyiaran lebih berhati-hati dalam menayangkan konten yang menyangkut tokoh agama.
“Harus ada sanksi terhadap pihak yang bertanggung jawab. Kalau tidak, kasus serupa bisa terulang lagi. Bahkan kawan-kawan di fraksi sempat mengusulkan pencabutan izin siarannya, ” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Gus An’im juga menyampaikan keprihatinannya atas insiden di Pondok Al-Khoziny, Puturan Situbondo, yang menelan korban jiwa. Ia berharap pemerintah lebih memberi perhatian pada aspek keselamatan bangunan pesantren.
“Kami turut berbelasungkawa. Ini pondok tua, dan kisahnya panjang. Di Lirboyo sendiri, sejak dulu santri ikut membangun kamar dan asrama mereka. Sekarang, sistemnya sudah ditata lebih profesional agar konstruksi kuat dan aman, ” jelasnya.
Menurutnya, sebagian besar pesantren di Indonesia berdiri secara mandiri tanpa bantuan besar dari pemerintah.
“Selama ini pesantren tumbuh dari kemandirian kiai dan masyarakat. Namun sekarang, dengan jumlah santri yang semakin besar—Lirboyo saja sekitar 40 ribu santri—pemerintah perlu hadir membantu fasilitas dan infrastruktur, ” katanya.
Ia mengapresiasi langkah Kementerian PUPR yang telah meninjau bangunan di Pondok Lirboyo.
“Alhamdulillah hasil tinjauan menunjukkan konstruksinya bagus. Tapi perhatian dan dukungan pemerintah tetap dibutuhkan agar kejadian seperti di Al-Khoziny tidak terulang, ” tutupnya.