Dinilai Terlalu Murah, Warga Desak Pemkab Luwu Timur Buka MoU Sewa Lahan ke PT IHIP

1 day ago 5

LUWU TIMUR — Kian hari, tuntutan keterbukaan publik terhadap Pemerintah Kabupaten Luwu Timur semakin menguat.

Warga Desa Harapan, Kecamatan Malili, menuntut kejelasan terkait kerja sama sewa lahan pemerintah kepada PT Indonesia Huali Industrial Park (IHIP) yang dinilai janggal dan minim transparansi.

Informasi yang beredar menyebutkan, lahan seluas 394, 5 hektare milik Pemkab Luwu Timur—hasil kompensasi pembangunan dam Karebbe oleh PT INCO—disewakan kepada PT IHIP dengan nilai Rp4, 45 miliar untuk masa lima tahun.

Jika dihitung, nilai itu setara sekitar Rp226 per meter persegi per tahun, atau kurang dari Rp1 per meter persegi per hari.

Angka tersebut menimbulkan tanda tanya besar. Warga menilai tidak wajar jika lahan seluas itu, yang berada di kawasan strategis industri, hanya dihargai dengan nilai sewa serendah itu.

“Kalau memang tidak ada yang ditutupi, kenapa dokumen MoU-nya tidak dibuka saja? Biar publik tahu bagaimana proses dan dasar penetapannya, ” ujar seorang tokoh masyarakat Malili, Senin (20/10/2025).

Minim Keterbukaan, Kecurigaan Masyarakat Menguat

Bagi warga, persoalan ini bukan sekadar soal angka. Lebih dari itu, mereka mempertanyakan bagaimana mekanisme penetapan harga sewa dilakukan dan apakah sudah melalui proses appraisal independen sesuai ketentuan yang berlaku.

Ketiadaan penjelasan resmi dari pihak Pemkab Luwu Timur maupun PT IHIP justru memperkuat kecurigaan publik.

“Kami ingin transparansi. Jangan sampai aset daerah disewakan tanpa perhitungan yang jelas. Itu milik rakyat, ” kata salah seorang warga Desa Harapan usai aksi unjuk rasa di gedung DPRD.

Dalam aksi tersebut, massa juga menuntut agar DPRD segera meminta klarifikasi resmi dari pemerintah daerah dan membuka hasil kesepakatan kerja sama tersebut untuk umum.

Tarif Sewa Dinilai Tak Wajar Dibanding Harga Pasar

Kemarahan warga kian membesar setelah mereka membandingkan tarif tersebut dengan sewa lahan komersial di wilayah setempat.

Sebuah contoh mencolok datang dari perusahaan telekomunikasi, yang dikabarkan membayar Rp80 juta untuk sewa 20 tahun di lahan hanya 25 x 25 meter—setara Rp6.400 per meter persegi per tahun.

Dengan perbandingan itu, nilai sewa kepada PT IHIP disebut ratusan kali lebih rendah dari harga pasar.

“Bahkan orang pribadi bisa menyewa lebih mahal dari itu. Ini patut diaudit—apakah ada kelalaian atau kesalahan administrasi, ” kata warga lainnya.

DPRD Didesak Libatkan BPK Lakukan Audit

Kasus ini kini menjadi salah satu tuntutan utama Aliansi Masyarakat Luwu Timur.

Dalam aksinya di DPRD, massa meminta agar dewan segera menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk mengaudit proses penetapan harga sewa lahan tersebut.

Menurut mereka, transparansi publik sangat penting untuk memastikan tidak ada pelanggaran dalam pengelolaan aset daerah.

Langkah audit dianggap krusial agar kebijakan pemerintah tidak merugikan keuangan daerah maupun kepercayaan publik.

Mekanisme Penetapan Harga Sewa Aset Daerah

Secara regulatif, harga sewa lahan milik pemerintah seharusnya ditetapkan melalui penilaian tim appraisal independen, sesuai Standar Penilaian Indonesia (SPI) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33 Tahun 2012.

Dalam proses itu, tim appraisal biasanya menggunakan tiga pendekatan utama:

  • Pendekatan Pasar, membandingkan nilai sewa lahan serupa di lokasi sekitar;
  • Pendekatan Pendapatan, memperkirakan potensi pendapatan dari pemanfaatan lahan;
  • Pendekatan Biaya, menghitung biaya pengganti atau pengembangan aset.

Hasil penilaian kemudian menjadi dasar penetapan tarif sewa yang adil, kompetitif, dan transparan, agar tidak menimbulkan potensi kerugian bagi daerah.

Warga Minta Pemkab Buka Dokumen MoU

Sampai berita ini diterbitkan, Pemkab Luwu Timur maupun PT IHIP belum memberikan penjelasan resmi terkait perhitungan nilai sewa tersebut. Warga menuntut agar dokumen Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua pihak dibuka untuk publik.

“Kalau memang sudah melalui appraisal, tunjukkan saja laporannya. Biar masyarakat tahu prosesnya dan tidak curiga, ” ujar seorang tokoh masyarakat Malili.

Pengamat kebijakan publik menilai polemik ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah daerah untuk memperbaiki tata kelola aset dan memperkuat prinsip good governance.

Menurutnya, pemanfaatan aset daerah, terutama lahan strategis, seharusnya memberi manfaat ekonomi nyata bagi daerah dan masyarakat sekitar—bukan justru memunculkan kecurigaan.

“Optimalisasi aset bukan hanya soal pendapatan daerah, tapi juga soal kepercayaan publik. Pemerintah harus memastikan pengelolaannya terbuka dan sesuai aturan, ” ujarnya.

Kasus sewa lahan antara Pemkab Luwu Timur dan PT IHIP kini menjadi ujian bagi transparansi dan akuntabilitas pengelolaan aset publik di daerah.

Warga menunggu kejelasan, sementara publik berharap pemerintah mampu menunjukkan bahwa setiap kebijakan diambil dengan prinsip keterbukaan dan tanggung jawab. (Tim Liputan)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |