Diskusi Publik RUU Haji di Jember Soroti Masalah Tata Kelola Haji yang Buruk

1 month ago 25

JEMBER – Lembaga riset dan edukasi PAR Alternatif Indonesia menggelar diskusi publik pada Kamis (13/3) di EJSC Jember, dengan tema "Bola Panas RUU Haji: Menyoal Tata Kelola Haji di Indonesia". Diskusi ini mengangkat berbagai isu krusial dalam pengelolaan ibadah haji, termasuk antrean keberangkatan yang mencapai hingga 48 tahun, tumpang tindih kewenangan antar lembaga, serta pengelolaan dana haji yang belum transparan.

Saat ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah tengah dibahas di DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. RUU ini dianggap sebagai langkah penting dalam memperbaiki sistem penyelenggaraan haji yang selama ini dinilai bermasalah.

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh PAR Alternatif, antrean keberangkatan haji di Indonesia kini mencapai 48 tahun, dengan rata-rata waktu antrean lebih dari 25 tahun.

Koordinator Riset Hukum dan Politik PAR Alternatif Indonesia, Mohamad Roky Huzaeni, mengungkapkan bahwa sistem pendaftaran haji yang tidak transparan, mekanisme antrean yang lemah, dan terbukanya peluang praktik jual beli kuota haji, telah menyebabkan ketidakadilan bagi calon jemaah.

“Indonesia, dengan populasi Muslim terbesar di dunia, menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan haji. Kami ingin tata kelola yang lebih baik agar tidak ada pihak yang dirugikan, ” ungkap Roky dalam diskusi yang dihadiri oleh mahasiswa dan pengusaha travel haji dan umrah tersebut.

Roky juga menyebutkan bahwa penyelenggaraan haji di Indonesia melibatkan tiga lembaga: Kementerian Agama (Kemenag), Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BP Haji). Keberadaan tiga lembaga ini, lanjutnya, sering memicu ketidaksepahaman dan perebutan kewenangan, yang pada akhirnya merugikan pelayanan kepada jemaah.

“Ketika tiga lembaga ini tidak memiliki batasan kewenangan yang jelas, koordinasi menjadi sulit, dan jemaah haji menjadi pihak yang dirugikan, ” paparnya.

Selain itu, masalah lain yang kerap muncul adalah adanya travel haji dan umrah yang diduga melakukan penipuan dengan modus keberangkatan tanpa antrean. Salah satu mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember, Achmad Ataka B, yang hadir dalam diskusi tersebut, mempertanyakan pengawasan terhadap travel haji yang sering bermasalah. Menurutnya, pengawasan yang lemah turut memperburuk tata kelola haji di Indonesia.

"Pengawasan pada travel haji sering bermasalah. Nampak sekali. Apalagi beberapa waktu lalu pas saya umrah, " jelasnya. 

Roky Huzaeni juga menyoroti kasus korupsi dalam penyelenggaraan haji yang tidak bisa diabaikan. Sejumlah mantan Menteri Agama, seperti Agil Husin Al Munawar, Suryadharma Ali, dan Muhammad Maftuh Basyuni, pernah terlibat dalam kasus korupsi terkait dana haji. Terbaru, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga disebut-sebut terlibat dalam dugaan jual beli kuota haji 2024 dan hingga kini mangkir dari pemanggilan DPR.

“Segala bentuk kelemahan tata kelola, termasuk praktik korupsi, adalah fakta yang tak bisa dibantah, ” tandasnya.

Dalam pembahasan RUU ini, PAR Alternatif Indonesia menjadi lembaga yang turut serta mengkaji dan menganalisis regulasi tersebut. Upaya tersebut dilakukan agar menjadi momentum penting bagi reformasi tata kelola haji di Indonesia. Tanpa perbaikan yang jelas, masalah antrean panjang, pelayanan buruk, dan potensi korupsi akan terus menghantui perjalanan haji bagi umat Muslim Indonesia. (*) 

Read Entire Article
Karya | Politics | | |