Dosen Tajir Melintir, Dari Kampus ke Kerajaan Bisnis Teknologi

4 hours ago 2

INOVASI - Siapa sangka, bangku kuliah bukan hanya tempat menimba ilmu, tapi juga batu loncatan menuju kekayaan luar biasa. Di balik toga dan catatannya, tersimpan kisah para dosen yang tak hanya cerdas secara akademis, melainkan juga piawai membangun kerajaan bisnis di dunia teknologi.

Salah satu sosok yang mencuri perhatian adalah Fan Daidi, 59 tahun. Sejak April lalu, ia mengemban amanah sebagai wakil presiden Universitas Northwest di Provinsi Shaanxi, Tiongkok. Namanya kian berkibar setelah South China Morning Post melaporkan bahwa Daidi memiliki kekayaan bersih tertinggi di antara para eksekutif universitas se-Tiongkok. Sungguh sebuah pencapaian yang mengagumkan!

Perjalanan bisnis Daidi tak lepas dari peran sang suami, Yan Jianya. Bersama, mereka mendirikan Giant Biogene Holding, sebuah perusahaan yang fokus pada kolagen dan produk perawatan kulit. Keberhasilan mereka dibuktikan dengan terdaftarnya perusahaan ini di Bursa Efek Hong Kong pada tahun 2022. Tak berhenti di situ, Daidi juga menunjukkan dedikasinya di dunia akademis sebagai dekan Institut Penelitian Biomedis di Universitas Northwest. Pengalamannya sebagai peneliti tamu senior di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dari tahun 1999 hingga 2000 turut memperkaya kredibilitasnya. Belum lagi, ia juga memiliki saham di Beauty Farm Medical and Health Industry, sebuah penyedia layanan kecantikan yang resmi melantai di Bursa Efek Hong Kong pada tahun 2023. Kini, Forbes menempatkannya di peringkat ke-923 orang terkaya di dunia. Sungguh potret kesuksesan yang multifaset!

Beralih ke Amerika Serikat, nama David Cheriton, profesor emeritus di Universitas Stanford, tak kalah mentereng. Kekayaannya berawal dari langkah beraninya melakukan investasi awal di Google. Bersama Andreas von Bechtolsheim, ia menanamkan USD 100.000 pada raksasa teknologi tersebut saat masih dalam tahap bayi. Investasi yang sangat jeli, bukan?

Cheriton tak hanya piawai berinvestasi, tetapi juga seorang pembangun perusahaan ulung. Ia turut mendirikan tiga perusahaan teknologi sukses: Arista Networks yang go public pada 2014, Granite Systems yang diakuisisi Cisco pada 1996, dan Kealia yang berakhir di tangan Sun Microsystems pada 2004. Setelah mengundurkan diri dari dewan direksi Arista pada tahun 2014, Cheriton kembali menunjukkan tajinya. Akuisisi perusahaannya, Apstra, oleh Juniper Networks pada tahun 2021 membawanya ke posisi kepala ilmuwan pusat data di Juniper Networks. Kini, ia menduduki peringkat ke-162 orang terkaya di dunia. Sebuah bukti nyata bahwa visi dan keberanian dalam bisnis bisa meroketkan seseorang.

Tak ketinggalan, Henry Samueli, 70 tahun, seorang profesor di University of California, Los Angeles (UCLA), juga menjadi inspirasi. Ia adalah salah satu pendiri dan chairman Broadcom, sebuah perusahaan semikonduktor terkemuka. Bersama miliarder Henry Nicholas, Samueli merintis Broadcom dari sebuah kondominium sederhana di Redondo Beach, California, pada tahun 1991. Perjalanan mereka membuahkan hasil manis ketika pada tahun 2016, perusahaan chip asal Singapura, Avago, mengakuisisi Broadcom senilai USD 37 miliar, sebuah transaksi besar dalam bentuk tunai dan saham.

Dedikasi Samueli tak hanya di dunia bisnis, tetapi juga terhadap institusi pendidikan. Pada tahun 2017, keluarga Samueli memberikan donasi sebesar USD 200 juta kepada University of California, Irvine, menjadikannya donasi terbesar dalam sejarah universitas tersebut. Ia juga dikenal sebagai sosok yang menginspirasi mahasiswanya. "Menjadi seorang insinyur adalah sangat berarti, membuat hidup orang-orang menjadi lebih baik (dengan) menerapkan matematika dan sains, " ujar Samueli, menggambarkan betapa berharganya peran seorang insinyur. Saat ini Samueli berada di peringkat ke-74 orang terkaya di dunia, sebuah posisi yang patut dibanggakan.

Kisah-kisah para dosen miliarder ini membuktikan bahwa dunia akademis dapat berpadu harmonis dengan kesuksesan bisnis. Mereka adalah teladan bagi generasi muda, menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual, visi bisnis yang tajam, dan keberanian mengambil risiko adalah kunci untuk meraih puncak pencapaian. (Warta Kampus)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |