JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengambil langkah konkret dalam menyikapi aspirasi masyarakat terkait agraria. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa parlemen secara tegas mendorong pemerintah untuk segera membentuk sebuah badan khusus yang didedikasikan untuk pelaksanaan reformasi agraria.
Keputusan ini diambil setelah DPR RI menggelar rapat audiensi yang mendalam dengan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) beserta sejumlah kementerian yang bersinggungan langsung dengan isu-isu pertanahan. Dalam pertemuan yang berlangsung di kompleks parlemen, Jakarta, pada Rabu, Dasco membacakan poin kesimpulan penting yang disambut antusias.
"DPR mendorong pemerintah untuk membentuk Badan Pelaksana Reformasi Agraria, " tegas Sufmi Dasco Ahmad, yang disambut gemuruh tepuk tangan meriah dari para perwakilan KPA, kelompok tani, dan nelayan yang hadir dari berbagai penjuru negeri. Suasana haru dan harapan membuncah di ruangan itu, menandakan betapa krusialnya isu ini bagi masyarakat.
Tak hanya itu, DPR RI juga memberikan dorongan kuat agar pemerintah mempercepat implementasi kebijakan satu peta. Langkah ini diharapkan dapat merapikan dan menyelaraskan desain tata ruang di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), menciptakan kepastian hukum dan mengurangi potensi sengketa lahan.
Lebih jauh, sebagai wujud komitmen menyelesaikan akar permasalahan, DPR RI berencana membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menangani dan menyelesaikan berbagai kasus konflik agraria yang masih membelit. Pembentukan Pansus ini dijadwalkan akan dilakukan pada Rapat Paripurna DPR RI mendatang, bertepatan dengan agenda penutupan masa sidang pada 2 Oktober.
Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada pimpinan DPR RI atas forum dialog yang telah dibuka. Ia mengakui bahwa pertemuan ini merupakan momentum berharga, meskipun ia juga menekankan perlunya diskusi lebih lanjut mengenai beberapa aspek krusial. Topik seperti finalisasi kebijakan satu peta, arah politik pangan nasional, hingga pengelolaan bank tanah, termasuk penanganan tanah terlantar, masih memerlukan pendalaman.
Dewi Kartika menambahkan bahwa harapan para petani tidak berhenti pada akses pemanfaatan lahan semata, melainkan dorongan kuat untuk mencapai kepemilikan penuh. "Selebihnya kami sangat terbuka untuk berdiskusi dan menindaklanjutinya, " ujar Dewi Kartika, menggarisbawahi semangat kolaborasi untuk mencari solusi terbaik. (PERS)