HUKUM - Korupsi adalah penyakit akut yang terus menggerogoti tubuh bangsa Indonesia. Dari kasus e-KTP, Jiwasraya, ASABRI, BTS Kominfo, Antam, PLN, sampai dengan Skandal Pertamina, kita menyaksikan bagaimana uang rakyat dikorupsi dalam jumlah yang fantastis, ribuan triliun, sementara penegakan hukum sering kali terkesan mandul dan tak berdaya. Jika Presiden Prabowo Subianto serius ingin mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, maka langkah pertama yang harus segera diambil adalah menerbitkan Undang-Undang Pembuktian Terbalik dan Perampasan Aset Koruptor. Tanpa instrumen hukum ini, perang melawan korupsi hanya akan menjadi retorika kosong tanpa dampak nyata.
Pembuktian Terbalik: Mengubah Paradigma Pemberantasan Korupsi
Selama ini, sistem hukum Indonesia menganut asas "barang siapa yang menuduh, maka dialah yang wajib membuktikan". Hal ini membuat proses hukum terhadap koruptor menjadi berlarut-larut dan sering kali berujung pada vonis ringan atau bahkan bebas karena lemahnya pembuktian oleh jaksa. Celah ini kerap dimanfaatkan oleh para koruptor yang memiliki sumber daya besar untuk menyuap, memanipulasi bukti, atau menggunakan celah hukum agar lolos dari jeratan pidana.
Dengan penerapan pembuktian terbalik, beban pembuktian dialihkan kepada terdakwa. Artinya, seorang pejabat atau pengusaha yang gaya hidupnya jauh melampaui pendapatan resminya harus mampu membuktikan bahwa kekayaannya diperoleh secara sah. Jika tidak bisa, maka kekayaan tersebut dianggap sebagai hasil tindak pidana korupsi dan dapat langsung disita oleh negara. Model ini telah diterapkan di berbagai negara seperti Singapura, Hong Kong, dan Australia, yang terbukti efektif dalam memberantas korupsi.
Apakah hal ini bertentangan dengan asas praduga tak bersalah? Tidak. Pembuktian terbalik dalam kasus korupsi tidak serta-merta menjadikan seseorang otomatis bersalah, tetapi hanya mewajibkan mereka untuk menjelaskan asal-usul kekayaan mereka secara transparan. Dalam praktiknya, pembuktian terbalik hanya akan diterapkan kepada mereka yang sudah memiliki indikasi kuat terkait tindak pidana korupsi, bukan sembarang warga negara.
Perampasan Aset Koruptor: Mengembalikan Hak Rakyat
Banyak kasus korupsi di Indonesia berakhir dengan vonis ringan dan pengembalian aset yang tidak sebanding dengan kerugian negara. Misalnya, dalam kasus Korupsi ASABRI yang merugikan negara hingga Rp 23, 7 triliun, terpidana utama hanya divonis penjara, sementara pemulihan aset yang dirampas sangat kecil dibandingkan dengan nilai korupsi yang dilakukan. Akibatnya, uang rakyat tetap hilang, dan koruptor atau keluarganya masih bisa menikmati hasil kejahatannya.
Di sinilah pentingnya Undang-Undang Perampasan Aset. Dengan adanya regulasi ini, negara tidak perlu menunggu putusan pidana inkrah untuk menyita dan melelang aset hasil korupsi. Selama dapat dibuktikan bahwa harta tersebut berasal dari kejahatan, maka negara dapat segera merampasnya dan menggunakannya untuk kepentingan rakyat.
Perampasan aset juga akan memberikan efek jera yang jauh lebih besar dibandingkan sekadar hukuman penjara. Bayangkan jika para koruptor yang selama ini hidup mewah dari hasil korupsi tiba-tiba kehilangan semua aset mereka, termasuk rumah mewah, kendaraan, hingga rekening di dalam dan luar negeri. Ini akan menciptakan ketakutan bagi pejabat lainnya untuk melakukan hal serupa.
Mengapa Prabowo Harus Bergerak Cepat?
Presiden Prabowo memiliki mandat besar dari rakyat untuk membawa perubahan. Jika dia benar-benar ingin dikenang sebagai pemimpin yang tegas dan berani dalam memberantas korupsi, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah menginisiasi dua regulasi ini. Tanpa pembuktian terbalik dan perampasan aset, pemberantasan korupsi hanya akan menjadi drama sandiwara yang terus berulang tanpa solusi konkret.
Selain itu, ini adalah momentum emas bagi Prabowo untuk menunjukkan bahwa pemerintahannya berbeda dari rezim sebelumnya yang sering kali hanya memberikan hukuman ringan kepada koruptor kelas kakap. Dengan sistem hukum yang lebih progresif, korupsi tidak hanya bisa ditekan, tetapi juga bisa dijadikan musuh utama yang benar-benar ditakuti oleh para pejabat dan pengusaha rakus.
Jika Prabowo tidak segera mengambil langkah tegas, maka kita akan terus menyaksikan generasi pemimpin yang lahir dalam ekosistem korupsi, di mana politik dan birokrasi hanya menjadi ajang memperkaya diri sendiri. Jangan sampai harapan rakyat terhadap perubahan justru dikhianati oleh kelambanan dalam membuat kebijakan strategis yang fundamental ini.
Jangan Tunda Lagi!
Undang-Undang Pembuktian Terbalik dan Perampasan Aset Koruptor bukan sekadar opsi, tetapi keharusan jika kita ingin melihat Indonesia bebas dari korupsi. Presiden Prabowo harus segera mengajukan RUU ini ke DPR dan memastikan bahwa regulasi tersebut disahkan dalam waktu sesingkat mungkin.
Tanpa dua instrumen hukum ini, pemberantasan korupsi hanya akan menjadi retorika kosong yang tidak akan pernah menyentuh akar permasalahan. Jika Prabowo ingin meninggalkan legacy sebagai pemimpin yang benar-benar berpihak pada rakyat, maka inilah saatnya untuk membuktikan dengan tindakan nyata, bukan sekadar janji kampanye.
Jangan sampai Indonesia terus menjadi "surga" bagi koruptor dan "neraka" bagi rakyat yang terus menjadi korban dari sistem yang bobrok. Berani bersih, berani bertindak!
Jakarta, 15 Maret2025
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi