Jaksa Tuntut Bos Anak Perusahaan Telkom 4,5 Tahun Penjara Kasus Korupsi Rp 282 M

3 weeks ago 16

SERANG - Suasana mencekam menyelimuti Pengadilan Tipikor Serang pada Rabu (3/9/2025) saat Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan tuntutan hukuman bagi empat terdakwa kasus dugaan korupsi proyek fiktif pengadaan server dan storage di PT Sigma Cipta Caraka (SCC), anak perusahaan PT Telkom. Kerugian negara akibat proyek bernilai fantastis Rp 282 miliar ini sungguh memilukan.

Roberto Pangasian Lumban Gaol, mantan Direktur PT Prakarsa Nusa Bakti (PNB), diganjar tuntutan pidana paling berat, yakni 4, 5 tahun penjara. Sementara itu, Afrian Jafar selaku mantan staf administrasi dan logistik PT PNB, Tejo Suryo Laksono, mantan Direktur PT Granary Reka Cipta (GRC), dan Imran Muntaz, seorang konsultan hukum, masing-masing dituntut hukuman selama 4 tahun penjara.

"Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana korupsi yang dilakukan secara bersama sama, " tegas Jaksa KPK, Herdiman Wijaya Putra, dalam amar tuntutannya.

Para terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diperkuat dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ini menunjukkan betapa seriusnya perbuatan mereka yang merugikan keuangan negara.

Tak hanya pidana badan, Afrian dan Tejo juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta, yang jika tidak mampu dibayar, akan diganti dengan kurungan dua bulan penjara. Imran Muntaz dikenakan denda lebih besar, yaitu Rp 500 juta, dengan ancaman kurungan lima bulan jika gagal membayar.

Satu hal yang sedikit meringankan, para terdakwa tidak dibebani uang pengganti kerugian negara karena mereka telah melakukan pengembalian. Imran Muntaz mengembalikan Rp 925 juta, Tejo Rp 53 juta, Rusli Rp 300 juta, dan Roberto Pangasian Lumban Gaol menyetor kembali Rp 266 miliar. Faktor lain yang turut dipertimbangkan jaksa adalah para terdakwa belum pernah tersangkut masalah hukum sebelumnya.

Namun, di balik pengembalian dana tersebut, jaksa tetap menyoroti dampak negatif perbuatan para terdakwa. "Perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang gencar memberantas korupsi, " ungkap jaksa, menjadikan hal ini sebagai pertimbangan memberatkan dalam tuntutan.

Di sisi lain, kuasa hukum Roberto, Olav A. Tutuarima, menyatakan keberatan atas proses hukum ini. Ia berpendapat bahwa kasus ini seharusnya diselesaikan melalui jalur perdata, bukan pidana. "Intinya adalah ini (perkara) perbuatan perdata, " ujarnya, sembari merinci bahwa dana yang masuk ke rekening PNB adalah Rp 236 miliar, bukan Rp 266 miliar seperti yang disebutkan.

Olav juga menegaskan bahwa kliennya tidak memiliki niat buruk untuk melakukan korupsi. "Mens reanya tidak ada. Karena dari awal memang enggak ada niatan untuk melakukan tindakan aneh, korupsi, " tuturnya, didukung oleh empat orang saksi ahli pidana yang menyatakan kliennya tidak memiliki unsur kesengajaan dalam melakukan tindak pidana.

Kasus ini bermula pada tahun 2017, ketika PT SCC diduga membuat kontrak fiktif pengadaan server dan storage dengan PT PNB, serta menjalin kerja sama dengan PT GRC. Modus ini diduga digunakan untuk memuluskan pencairan dana sebesar Rp 300 miliar, yang sebagian besar, yaitu Rp 236 miliar, akhirnya mengalir ke rekening PT PNB.

Read Entire Article
Karya | Politics | | |