Kediri - Proses persidangan di Pengadilan Negeri Kota Kediri perkara pembunuhan mutilasi terdakwa Rohmad Tri Hartanto alias Antok (32) dengan nomor 57/Pid.B/2025/PN Kdr dengan agenda pembacaan tuntutan yang dibacakan Tim Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Kota Kediri oleh Ichwan Kabalmay, SH, MH dan Pujiastutiningtyas, SH, MH., dalam tuntutannya, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman mati.
Kasus pembunuhan disertai mutilasi Uswatun Khasanah (29) yang dilakukan terdakwa Rohmad dihadirkan dalam persidangan di ruang Cakra PN Kota Kediri Jalan Jaksa Agung Suprapto Kecamatan Mojoroto Kota Kediri, Kamis (21/8/2025) pukul 11.00 WIB.
Sidang yang dipimpin langsung Ketua Majelis Hakim Khairul dan dua Hakim Anggota Novi Nuradhayanty, Alfan Firdauzi Kurniawan.
“Kami hari ini membacakan surat tuntutan, karena ini sudah turun dari pimpinan Kejaksaan Agung. Sesuai dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, kami menuntut pidana mati, ” tegas Ichwan usai persidangan, Kamis (21/8/2025).
Menurut JPU Ichwan Kabalmay bahwa pertimbangan utama tuntutan tersebut adalah fakta persidangan yang mengungkap sejumlah hal memberatkan.
"Korban kehilangan nyawa, meninggalkan keluarga, dan terdakwa bahkan menikmati hasil kejahatan dengan menjual mobil korban, ” ungkapnya. JPU juga menegaskan, tidak ditemukan satu pun hal yang meringankan dalam kasus ini, " ucap Ichwan.
Sementara itu, Penasehat Hukum terdakwa, Apriliawan Adi Wasisto, menyatakan tetap menghormati tuntutan jaksa, meski memiliki penilaian berbeda. “Kami hormati pendapat JPU, tapi menurut kami pasal 340 tidak tepat, karena perbuatan itu dilakukan spontan, bukan direncanakan, ” ujarnya.
Apriliawan menambahkan, pihaknya akan mengajukan pembelaan pekan depan. “Masih ada hal-hal yang meringankan. Itu nanti akan kami sampaikan di pledoi, ” imbuhnya
Penasehat hukum M. Rofian juga mengkritisi tuntutan jaksa yang dinilai tidak memasukkan fakta persidangan secara utuh. “Fakta awal seolah-olah dirangkum dari BAP polisi. Misalnya, psikolog forensik awalnya menyatakan korban masih hidup saat dimutilasi, padahal dokter ahli forensik di persidangan menyebut korban sudah meninggal. Ada banyak kekeliruan, ” ungkap Rofian.
Ia menilai tuntutan ini tidak adil karena tidak mempertimbangkan sikap kooperatif terdakwa selama persidangan. “Seharusnya itu jadi pertimbangan meringankan. Kita akan sampaikan pembelaan, karena ini hanya versi jaksa, ” ujarnya.
Kasus mutilasi ini terjadi pada Januari 2025 dan sempat menghebohkan publik. Jasad Uswatun Khasanah ditemukan dalam koper merah di tumpukan sampah Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Ngawi, Kamis (23/1/2025). Kondisinya tanpa kepala dan kaki. Penemuan ini dilaporkan Yusuf Ali, warga setempat yang pertama kali membuka koper tersebut.
Penyelidikan polisi mengungkap, kepala korban dibuang di bawah jembatan Desa Slawe, Trenggalek, sedangkan kedua kakinya di Desa Sampung, Ponorogo. Ternyata, pembunuhan terjadi di kamar 301 Hotel Adi Surya, Kota Kediri. Rohmad membunuh dan memutilasi Uswatun, lalu membuang potongan tubuhnya di lokasi yang berbeda untuk menghilangkan jejak. Sidang pembacaan pledoi dijadwalkan pekan depan.