Kalau Komunikasi Aja Gak Beres, Gimana Mau Ngurus Negara?

Saya gak tahu ya, tapi kayaknya makin ke sini, urusan komunikasi publik dari para pejabat negara tuh makin amburadul. Terutama dari para menteri. kalian perhatiin gak? Setiap ada isu penting, bukannya tenangin publik atau kasih klarifikasi yang bikin adem, yang ada malah bikin gaduh, bikin salah paham, atau malah bikin rakyat makin kesel. Parahnya lagi, bukan cuma satu dua orang doang, bahkan kantor komunikasi Presiden sendiri keliatan keteteran.

Sampai-sampai nih, dalam satu wawancara bareng para pemimpin redaksi media, Presiden Prabowo sendiri ngaku kalau komunikasi dari orang-orang di bawahnya itu payah. Gak cuma ngaku, beliau juga sampai minta maaf. Nah kalau udah kayak gini, harusnya kita semua sadar, ini bukan cuma soal salah ngomong atau kepleset lidah. Ini udah masalah sistemik.

Nah, dari sini jadi muncul pertanyaan penting, Udah saatnya belum sih Presiden ngerombak kabinet?

Menurut Saya sih, iya. Gak usah nunggu-nunggu lagi. Kabinet itu gak harus gemuk-gemuk amat, yang penting isinya orang-orang yang paham kerjaannya dan bisa komunikasiin itu dengan baik ke publik. Sekarang tuh komunikasi publik udah bukan hal sepele lagi. Bukan cuma ngomong manis di depan kamera, tapi ngerti kapan ngomong, bagaimana ngomong, dan apa dampaknya dari setiap kalimat yang keluar.

Soalnya gini, banyak dari menteri atau juru bicara sekarang tuh kayaknya masih kebawa gaya lama pas mereka jadi tim sukses kampanye. Kalian tahu kan, yang kerjaannya debat di TV, main narasi keras, ngegas mulu. Padahal, sekarang mereka udah jadi pejabat publik. Mereka bukan cuma wakilin partai atau kubu politik lagi, tapi wakilin negara. Dan rakyat sekarang tuh bukan rakyat yang bisa digiring narasi begitu aja. Mereka kritis, apalagi di medsos. Sekali mereka blunder, bisa viral dan makan korban elektabilitas.

Jadi balik lagi, komunikasi itu emang kelihatannya gampang, tapi nyatanya enggak. Yang susah tuh bukan ngomongnya, tapi mikirin dampaknya sebelum ngomong. Harus paham konteks, suasana hati publik, dan yang paling penting, bisa nerjemahin maksud Presiden dengan akurat dan cerdas.

Kalau sekarang, kesannya para pembantu Presiden ini kayak ngomong asal-asalan, gak punya strategi komunikasi yang rapi. Ya jadinya blunder, publik salah paham, dan Presiden yang harus beresin semuanya sendiri. Capek gak sih?

Jadi menurut saya, udah waktunya ada evaluasi besar-besaran. Bukan cuma soal kinerja teknis, tapi juga kemampuan komunikasi publik. Karena hari ini, oposisi terkuat bukan lagi partai lawan, tapi rakyat sendiri lewat media sosial. Dan rakyat sekarang bisa lebih tajam dari jurnalis, lebih galak dari aktivis.