Kehadiran TNI di Papua: Garda Konstitusional untuk Melindungi Warga, Bukan Menindas

3 days ago 2

JAKARTA - Gelombang pernyataan provokatif kembali dilontarkan kelompok bersenjata yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Mereka menolak rencana pembangunan pos militer Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Puncak Jaya dan sembilan wilayah lain yang mereka klaim sebagai “zona perang.” Lebih jauh, mereka mengancam akan melancarkan serangan terhadap aparat TNI-Polri, bahkan memberikan ultimatum kepada masyarakat non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut. Selasa (12/8/2025).

Ancaman ini tidak hanya menyesatkan, tetapi juga menyalahi hukum nasional dan prinsip kemanusiaan universal. Kehadiran TNI di Papua bukanlah langkah sewenang-wenang, melainkan tugas konstitusional yang diatur secara tegas dalam perundang-undangan Indonesia.

Landasan Hukum Kehadiran TNI di Papua

Pembangunan pos militer di wilayah rawan konflik seperti Puncak Jaya memiliki legitimasi penuh berdasarkan:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 30, yang menegaskan TNI sebagai alat negara yang bertugas menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan bangsa.

2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia:

Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4 mengatur peran TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk mengamankan perbatasan negara dan mengatasi gerakan separatis bersenjata. Pasal 9 memberikan kewenangan membangun sarana-prasarana pendukung tugas TNI.

3. Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 yang mengatur struktur Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) sebagai garda terdepan menghadapi ancaman strategis di daerah rawan.

Dengan kerangka hukum ini, kehadiran pos militer bukan provokasi, melainkan langkah strategis untuk melindungi masyarakat sipil, menjamin kelancaran pembangunan nasional, serta mencegah meluasnya kekerasan oleh kelompok bersenjata.

Pendekatan Humanis, Bukan Militeristik

Sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua, TNI menerapkan pendekatan teritorial yang menitikberatkan pada sisi kemanusiaan. Tugas mereka tidak semata-mata berkaitan dengan keamanan, tetapi juga meliputi:

* mendukung pelayanan pendidikan dan kesehatan;

* membantu pemerintah daerah dalam penyediaan kebutuhan dasar;

* membangun komunikasi sosial yang terbuka dengan seluruh lapisan masyarakat Papua.

Kehadiran TNI di wilayah rawan konflik dilakukan secara profesional, proporsional, dan berlandaskan hukum humaniter internasional, termasuk prinsip Distinction (membedakan kombatan dan warga sipil), Proportionality, dan Precaution.

Ancaman TPNPB-OPM: Melanggar Hukum dan Hak Asasi Manusia

Ancaman terhadap warga sipil non-Papua, serta serangan yang menargetkan guru, tenaga medis, pekerja infrastruktur, dan fasilitas umum, merupakan tindakan yang memenuhi unsur tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018. Pasal 6 dan 9 jelas menyebut bahwa kekerasan yang menimbulkan teror luas terhadap masyarakat sipil tergolong tindak terorisme.

Selain itu, aksi mereka melanggar ketentuan hukum humaniter internasional, karena menyerang pihak-pihak yang seharusnya dilindungi dan tidak terlibat langsung dalam konflik.

TNI Hadir untuk Semua Warga Indonesia

Negara melalui TNI hadir di Papua demi memastikan setiap warga negara tanpa memandang suku, agama, maupun asal-usul dapat hidup aman, memperoleh pelayanan publik yang layak, dan menikmati hasil pembangunan. Semua langkah diambil dalam kerangka Legalitas, Akuntabilitas, dan Profesionalitas.

Upaya TPNPB-OPM menebar ketakutan lewat kekerasan dan propaganda separatisme harus dihadapi secara tegas. Tidak ada tempat bagi aksi teror di negara hukum. TNI akan terus menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, mengedepankan perlindungan HAM, dan menjaga integritas wilayah NKRI.

Authentication:

Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Karya | Politics | | |