JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengambil langkah tegas dalam memerangi kejahatan keuangan dengan meluncurkan sebuah terobosan baru. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU), secara resmi memperkenalkan aplikasi layanan sistem verifikasi pemilik manfaat (beneficial ownership/BO). Inisiatif krusial ini digadang-gadang menjadi senjata ampuh dalam memberantas berbagai praktik kejahatan finansial yang merugikan negara.
Perubahan fundamental ini berlandaskan pada Peraturan Menteri Hukum Nomor 2 Tahun 2025 tentang Verifikasi dan Pengawasan Pemilik Manfaat Korporasi. Sistem pelaporan data pemilik manfaat tidak lagi mengandalkan pernyataan mandiri (self-declaration) seperti sebelumnya, melainkan bertransformasi menjadi proses verifikasi yang bersifat kolaboratif. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat fundamental transparansi dalam dunia korporasi Indonesia.
"Kita akan sangat memberi bantuan dan membantu aparat penegak hukum. Kalau terjadi sesuatu, tidak perlu repot-repot mencari data yang terkait dengan penerima manfaat karena semua sudah melewati verifikasi, " ujar Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, pada Senen (6/10/2025). Pernyataan ini menggarisbawahi efisiensi dan kemudahan yang akan dirasakan oleh lembaga penegak hukum dalam mengakses informasi krusial.
Sebelumnya, pemerintah telah berupaya melalui Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 dengan sistem pelaporan data pemilik manfaat yang bergantung pada self-declaration. Namun, upaya ini dinilai belum mencapai potensi optimalnya karena minimnya instrumen verifikasi yang kuat. Pengalaman pribadi Menteri Hukum dan HAM sendiri mengungkap adanya potensi penyalahgunaan data.
"Pengalaman pertama kali saya menjadi menteri, banyak sekali BO yang terdaftar justru itu mencatut nama orang lain. Saya tidak tahu apakah itu disengaja atau kalau mencatut nama pejabat atau petinggi tanpa persetujuannya untuk menakut-nakuti orang, tapi kenyataannya seperti itu, " terang Menkumham, menggambarkan realitas yang ditemuinya.
Dengan sistem baru ini, pencatatan pemilik manfaat tidak lagi bersifat self-declaration. Prosesnya kini wajib dilakukan melalui notaris, yang kemudian dilanjutkan dengan verifikasi oleh Ditjen AHU bersama dengan kementerian/lembaga terkait. Aplikasi sistem verifikasi BO ini dirancang untuk memulai proses validasi data secara sistematis, memberikan kepastian awal yang lebih kuat bagi para pengguna.
Lebih lanjut, Kemenkumham juga memperkenalkan prototipe BO Gateway. Sistem terintegrasi ini akan memfasilitasi pertukaran dan verifikasi data pemilik manfaat secara digital antar kementerian dan lembaga. BO Gateway ditargetkan menjadi penghubung data vital antara Ditjen AHU Kemenkumham dengan instansi penting lainnya seperti Ditjen Pajak, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Langkah strategis ini diproyeksikan membawa dampak positif yang luas. Salah satunya adalah penguatan citra Indonesia di mata internasional terkait transparansi dan akuntabilitas. Hal ini sangat relevan dengan ambisi Indonesia untuk menjadi anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yang mensyaratkan komitmen kuat terhadap sistem pelaporan keuangan yang transparan.
"Dengan sistem BO gateway yang dikembangkan itu tidak sekadar hanya orang mendaftar untuk pemilik manfaat, tetapi akan ada kolaborasi lintas kementerian untuk memastikan bahwa pemilik manfaat itu adalah benar-benar orang yang menerima manfaat atas pendaftaran dari BO yang dilakukan, " tegas Menkumham, menekankan aspek kolaboratif yang menjadi kekuatan sistem ini.
Selain meningkatkan transparansi dan nilai Indonesia di kancah global, inisiatif ini juga diharapkan dapat mendongkrak penerimaan negara, khususnya dari sektor pajak penghasilan. "Juga akan menimbulkan sebuah kompetisi dan informasi terkait dengan pengadaan barang dan jasa juga akan semakin baik, " imbuhnya, menyoroti potensi efisiensi dalam proses pengadaan.
Menkumham meyakini bahwa langkah proaktif ini merupakan benteng pertahanan yang kokoh untuk mencegah berbagai bentuk kejahatan keuangan. "Jangan sampai tindak pidana pencucian uang ataupun juga terorisme dan kegiatan-kegiatan transnasional yang lain itu bisa lebih berkembang, " tuturnya, mengakhiri dengan harapan besar akan terciptanya ekosistem finansial yang lebih bersih dan aman. (PERS)









































