Ketika Loreng Menyimak Suara Rakyat: Puisi Kasih Prajurit Wira Yudha di Kaki Gunung Puncak

9 hours ago 2

PUNCAK - Di tengah sunyi lembah dan dinginnya kabut pegunungan Puncak, sekelompok prajurit TNI dari Satgas Yonif 700/Wira Yudha Cakti (WYC) Pos Gome menorehkan kisah yang menyentuh nurani. Mereka datang bukan dengan deru senjata, melainkan dengan ketulusan hati dan semangat kemanusiaan. Dalam program “Minggu Kasih”, mereka berbaur dengan warga Kampung Gome, Distrik Gome, mendengar keluh kesah rakyat secara langsung, dan menjahit kembali benang kepercayaan antara TNI dan masyarakat Papua. Minggu (2/11/2025).

Langit biru dan udara dingin menjadi saksi bagaimana prajurit-prajurit loreng menanggalkan jarak, duduk sejajar dengan rakyat mendengarkan, bukan mengatur. Tak ada nada perintah, hanya nada empati. Mereka mendengar kisah sulitnya air bersih, jalan yang rusak, dan anak-anak yang mendamba sekolah tanpa rasa takut. Semua dicerna dengan hati, bukan sekadar dicatat di kertas laporan.

Komandan Pos Gome, Lettu Inf Na’im Aryo, menyebut kegiatan itu sebagai jembatan emas antara hati prajurit dan rakyat.

“Anjangsana ini bukan sekadar rutinitas, tapi jembatan antara hati prajurit dan hati rakyat, ” ujar Lettu Na’im dengan mata berbinar.

“Kami tidak hanya menjaga batas negara, tapi juga mendengar detak jantungnya. Setiap keluhan warga adalah puisi yang kami baca dengan hati. Karena pengabdian bukan selalu tentang bertempur, tapi tentang hadir dan mendengar dalam diam.”

Lettu Na’im menambahkan, bahwa kegiatan Binter terbatas ini adalah cara TNI memahami denyut kehidupan masyarakat agar langkah pengabdian mereka lebih tepat sasaran.

“Kami ingin keberadaan kami benar-benar membawa manfaat nyata. Saat masyarakat tersenyum, di situlah kemenangan sejati bagi kami.”

Bagi warga Gome, kehadiran prajurit TNI kini bukan lagi bayangan yang menakutkan, melainkan pelindung yang menenangkan.

Mama Elis Wenda, seorang ibu paruh baya yang turut hadir, menuturkan dengan suara lirih namun penuh haru:

“Dulu kami pikir tentara hanya datang untuk perang. Tapi hari ini, mereka duduk bersama kami, di tanah yang sama, mendengar kami bicara tentang air dan sekolah anak-anak, ” kata Mama Elis dengan mata berkaca-kaca.

“Hati kami jadi dingin, seperti air gunung yang menyejukkan. Kami anggap mereka anak kami sendiri. Sekarang kami tahu, negara benar-benar hadir di sini.”

Kegiatan penuh makna itu turut mendapat apresiasi dari Panglima Komando Operasi (Pangkoops) Habema, Mayjen TNI Lucky Avianto, yang menegaskan bahwa aksi kemanusiaan seperti “Minggu Kasih” adalah wajah sejati operasi teritorial di Papua.

“Pendekatan ‘Minggu Kasih’ adalah inti dari strategi kami. Prajurit bukan hanya penjaga kedaulatan, tapi juga penjaga harapan rakyat, ” tegas Mayjen Lucky Avianto.

“Kami ingin seragam loreng dilihat sebagai simbol perlindungan, bukan ketakutan. TNI hadir untuk mendengarkan, melindungi, dan membangun. Setiap langkah di tanah Papua adalah langkah kasih.”

Kampung Gome sore itu menjadi panggung kecil tempat loreng berubah menjadi pelukan, tempat suara rakyat menjadi lagu pengabdian. Di kaki Gunung Puncak, ketika derap sepatu lars berhenti sejenak, yang terdengar hanyalah detak jantung persaudaraan irama yang kini berdetak seirama antara TNI dan rakyat Papua.

(Lettu Inf Sus/AG)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |