Ketika Semesta Bersujud

13 hours ago 2

Tiga sahabat duduk di sebuah kafe kecil yang dindingnya penuh embun hujan. Rafi, pengusaha muda yang usahanya merugi; Fira, dosen psikologi yang percaya pada 'Law of Attraction; dan Hasan, guru ngaji sederhana dengan senyum teduh.

“Aku sudah coba semua cara, ” keluh Rafi. “Setiap pagi afirmasi, bayangin rezeki datang, tapi hasilnya nol. Semesta kayak nggak dengar.”

Fira menimpali, “Mungkin getaranmu belum sefrekuensi dengan semesta. Pikiran positif itu energi, Raf.”

Hasan menatap mereka pelan. “Mungkin kamu salah alamat, ” katanya. “Semesta itu makhluk. Yang menggerakkan semesta bukan pikiranmu, tapi Allah.”

Suasana hening. Suara hujan seperti menegaskan kalimat itu.

Hasan melanjutkan, “Nabi Ibrahim tidak bicara kepada api, tapi berprasangka baik kepada Allah. Lalu Allah berkata kepada api, ‘Wahai api, jadilah dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.’ Itu bukan getaran positif, tapi keimanan.”

Rafi menunduk. Semua teori motivasi yang dulu diyakininya mendadak terasa ringan, seperti buih di atas air.

Beberapa hari kemudian, Rafi datang ke masjid kecil tempat Hasan biasa mengajar. Wajahnya tampak lebih tenang.

“Sejak obrolan itu, ” katanya, “aku berhenti ngomel soal nasib. Aku cuma bilang, ‘Ya Allah, kalau rezeki itu baik untukku, dekatkanlah.’ Dua hari lalu, klien lama tiba-tiba hubungi. Tanpa negosiasi panjang, proyek jalan lagi.”

Hasan tersenyum. “Begitulah cara Allah bekerja. Kalau kamu berprasangka baik kepada-Nya, Dia sendiri yang menggerakkan semesta untuk menolongmu.”

Fira yang ikut hadir hanya menatap diam. Dalam hatinya, sesuatu berubah. “Selama ini aku berprasangka baik pada semesta, tapi lupa berprasangka baik pada Penciptanya, ” katanya lirih.

Hasan menimpali lembut, “Karena semesta tidak punya daya tanpa izin Allah. Kita bisa berharap pada langit, tapi yang menggerakkan langit adalah Dia.”

Hujan kembali turun sore itu. Tetesannya jatuh seperti dzikir dari langit. Rafi menatap keluar jendela dan berbisik, “Ternyata bukan semesta yang berkonspirasi untukku, tapi Allah yang menyusun takdir dengan cara yang tak kupahami.”

Fira tersenyum. “Jadi berpikir positif itu bukan soal menarik energi, tapi soal mempercayai Allah sepenuhnya.”

Hasan menatap mereka berdua, lalu berkata, “Ketika hati yakin, seluruh alam akan tunduk. Karena sesungguhnya, semesta pun bersujud kepada Allah.”

---

Kisah tiga sahabat itu mungkin sederhana, tapi pesan di baliknya begitu dalam:

Bahwa doa bukan sekadar harapan kosong, melainkan wujud keyakinan bahwa Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya.

Bahwa berpikir baik bukan untuk memanggil semesta, tapi untuk meneguhkan iman. Karena saat hati percaya penuh, Allah yang akan menggerakkan seluruh semesta untuk menolong kita—pada waktu dan cara yang paling indah.

Oleh: Indra Gusnady

Read Entire Article
Karya | Politics | | |