BARRU - Peninjauan dini hari Bupati Barru, Andi Ina Kartika Sari, ke lokasi banjir pada Ahad (26/10/2025) justru membuka tabir kelemahan serius dalam kesiapsiagaan daerah.
Di tengah pengakuan bahwa antisipasi bencana masih lemah, langkah Bupati Barru yang meminta warga melaporkan titik banjir melalui media sosial menuai kritik keras.
Alih-alih mengandalkan sistem monitoring dan early warning yang dimiliki oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis, Bupati justru secara terbuka membebankan fungsi pelaporan darurat kepada masyarakat melalui kolom komentar media sosial resmi Pemkab.
“Bagi warga Barru yang di sekitarnya terdapat titik-titik genangan atau banjir, silakan sampaikan melalui kolom komentar..., ” ujar Bupati.
Langkah ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai kinerja dan efektivitas OPD terkait, khususnya Dinas PUPR Perkim dan DLH.
Ketua Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Barru, Andi Agus mempertanyakan, mengapa Pemkab, yang memiliki perangkat, personel, dan anggaran untuk memetakan serta memantau titik-titik rawan, kini harus bergantung pada laporan darurat di kolom komentar media sosial?
Hal ini mengesankan bahwa fungsi monitoring dan deteksi dini titik-titik genangan, yang vital dalam pencegahan, belum berjalan optimal. Laporan dari warga seharusnya menjadi masukan pendukung, bukan sumber data utama untuk penanganan cepat.
"Permintaan pertolongan via medsos ini terjadi bersamaan dengan pengakuan kritis Bupati sendiri. Kondisi ini menunjukkan bahwa upaya antisipasi dan kesiapan di lapangan masih perlu diperkuat, " ujar Andi Agus.
Menurutnya, pengakuan ini diperparah dengan fakta bahwa perintah untuk melakukan normalisasi saluran dan perbaikan sistem drainase baru dikeluarkan setelah banjir terjadi.
"Ini semakin memperjelas bahwa mitigasi jangka panjang telah terabaikan, dan Pemkab kini hanya fokus pada respons darurat, " tegasnya.
Banjir pada 26 Oktober 2025 ini harus menjadi sinyal kritis bagi Pemkab Barru. Sudah saatnya OPD terkait tidak hanya diapresiasi karena respons cepat setelah bencana, tetapi juga dituntut pertanggungjawaban atas kegagalan proaktif dalam pencegahan dan monitoring yang memadai.

















































