JAKARTA - Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) menyatakan keprihatinan atas perintah Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang menginstruksikan pengerahan personel TNI untuk mendukung pengamanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia.
Instruksi tersebut tertuang dalam Telegram Panglima TNI Nomor TR/442/2025 tertanggal 6 Mei 2025, dan dinilai bertentangan dengan prinsip dasar sistem hukum dan ketatanegaraan Indonesia.
Ketua Bidang Politik DPP KNPI, Aridho Pamungkas, menegaskan bahwa tugas dan fungsi TNI semestinya difokuskan pada aspek pertahanan negara. "Tidak patut jika TNI masuk ke dalam ranah penegakan hukum yang sepenuhnya menjadi domain institusi sipil seperti Kejaksaan, " ujar Aridho. Senin (12/5/2025).
Ia menyebut bahwa langkah Panglima TNI tersebut berpotensi melanggar sejumlah regulasi penting, antara lain Undang-Undang Dasar 1945, UU tentang Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, serta UU TNI yang secara tegas membatasi peran militer dalam urusan sipil.
"Pengerahan pasukan TNI dalam konteks ini berpotensi menjadi bentuk intervensi militer terhadap institusi sipil, khususnya dalam penegakan hukum, " lanjutnya.
Aridho juga mempertanyakan dasar hukum dari perintah ini. "Hingga kini tidak ada regulasi yang secara eksplisit mengatur perbantuan TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) untuk konteks penegakan hukum sipil."
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa kerja sama bilateral antara TNI dan Kejaksaan yang dijadikan dasar perintah tersebut tidak cukup kuat secara hukum, bahkan berpotensi bertentangan dengan UU TNI.
"Pengamanan institusi Kejaksaan seharusnya menjadi tanggung jawab satuan pengamanan internal atau Kepolisian. Tanpa adanya ancaman luar biasa, tidak ada urgensi melibatkan TNI dalam fungsi tersebut, " tutup Aridho. (*)