PAPUA - Awan kecemasan tengah menyelimuti petinggi Organisasi Papua Merdeka (OPM), khususnya sang juru bicara yang paling vokal, Sebby Sambom. Di tengah gencarnya narasi perjuangan kemerdekaan yang ia gaungkan dari luar negeri, gelombang eksodus anggota OPM yang kembali ke pangkuan NKRI justru menunjukkan bahwa kapal besar separatisme mulai bocor dari dalam. Senin 12 Mei 2025.
Tahun 2024 hingga awal 2025 menjadi periode paling kritis bagi OPM. Puluhan hingga ratusan anggota, termasuk yang berasal dari basis-basis kuat di pegunungan, telah menyerahkan diri kepada aparat keamanan. Mereka memilih kembali kepada NKRI dengan harapan membangun hidup yang lebih baik tanpa senjata, tanpa ketakutan, tanpa tipu daya ideologi penuh kekerasan.
Sebby Sambom kini tak bisa menyembunyikan kepanikan. Dalam berbagai pernyataan publiknya, ia menyalahkan aparat atas “pembelotan” anak buahnya. Tapi di balik suara lantangnya, publik justru melihat gugupnya seorang juru bicara yang kehilangan kendali.
“Sebby bisa teriak dari luar negeri, tapi tak bisa lagi merangkul anak buahnya di lapangan. Ini bukan hanya kegagalan strategi, tapi kegagalan ideologi, ” tegas Dr. Antonius Duma, pengamat politik dan konflik dari Universitas Cenderawasih, Senin (12/5/2025).
Lebih dari sekadar kehilangan anggota, OPM kini kehilangan kepercayaan. Di kalangan generasi muda Papua, narasi perjuangan bersenjata mulai dianggap usang. Yang dicari bukan lagi kemerdekaan lewat darah, tapi hidup damai dengan akses pendidikan, pekerjaan, dan masa depan cerah.
Mereka yang dulu bertempur di bawah bendera OPM, kini menyatakan bahwa mereka hanyalah korban dari tekanan, propaganda, dan kemiskinan pilihan. Setelah kembali ke NKRI, sebagian besar merasa lega. Mereka diterima, diberi perlindungan, dan mulai menata ulang hidup bersama keluarga.
“Kami dijanjikan kemerdekaan, tapi yang kami temui hanya rasa lapar, pelarian, dan kematian. Kini, saya ingin hidup sebagai orang Papua yang merdeka dalam NKRI, ” ungkap seorang eks kombatan OPM yang menyerahkan diri awal tahun ini.
Situasi ini jelas memukul mental para petinggi OPM, khususnya Sebby Sambom. Ia bukan hanya kehilangan pasukan, tapi juga kehilangan pijakan moral untuk terus menjual narasi perjuangan ke dunia internasional.
Pada akhirnya, kecemasan Sebby adalah cermin bahwa impian Papua merdeka dengan peluru semakin memudar. Yang kini menguat justru semangat damai, pembangunan, dan keterlibatan aktif masyarakat Papua dalam membangun Tanah Cenderawasih bersama Indonesia. (APK/Red1922)