BANDUNG - Besaran tunjangan perumahan untuk pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat kembali memantik perhatian publik. Angka puluhan juta rupiah per bulan yang tertera dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 189 Tahun 2021 menjadi pokok perbincangan hangat.
Regulasi yang ditandatangani oleh Gubernur Jawa Barat pada masanya, Ridwan Kamil, menetapkan tunjangan perumahan yang cukup fantastis. Ketua DPRD tercatat menerima Rp 71 juta per bulan, Wakil Ketua Rp 65 juta, dan anggota dewan masing-masing Rp 62 juta. Nominal ini masih dipotong pajak penghasilan (PPh) sesuai ketentuan yang berlaku.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, membenarkan bahwa peraturan tersebut memang diterbitkan pada masa kepemimpinan Ridwan Kamil. Namun, ia menegaskan sejak dirinya dilantik pada Februari 2025, tidak ada kenaikan sama sekali dalam tunjangan perumahan bagi anggota DPRD.
"Pergub itu terbit pada 2021 (era Ridwan Kamil) dan sejak saya dilantik pada 20 Februari 2025, tidak ada peningkatan tunjangan perumahan untuk DPRD. Artinya sekarang masih merujuk pada Pergub Nomor 189 Tahun 2021, " ujar Dedi kepada Kompas.com melalui sambungan telepon pada Minggu (7/9/2025).
Menyikapi kemungkinan revisi peraturan tersebut, Dedi Mulyadi menyatakan kesiapannya untuk menghapus tunjangan itu jika memang dinilai bertentangan dengan prinsip keadilan dan dapat melukai hati masyarakat.
"Apa pun jenis tunjangan jabatan yang diterima penyelenggara negara yang bertentangan dengan prinsip keadilan dan melukai hati masyarakat, tidak masalah dihapus, " tegas Dedi.
Dedi menambahkan, ia telah memberikan contoh nyata dalam mengurangi bahkan menghapus berbagai tunjangan dan fasilitas pribadi sebagai gubernur. Ia mencontohkan efektivitas keuangan negara dengan memangkas tunjangan perjalanan dinas Gubernur dari Rp 1, 5 miliar menjadi Rp 100 juta, serta meniadakan fasilitas baju dan kendaraan dinas baru.
Besaran tunjangan anggota DPRD ini menjadi salah satu dari sekian banyak hak keuangan anggota dewan yang kerap menuai kritik dari masyarakat, terutama di tengah upaya efisiensi belanja daerah. Meski demikian, aturan tersebut masih berlaku sebagai dasar administrasi keuangan bagi pimpinan dan anggota DPRD Jabar.
Dedi Mulyadi secara tegas menyatakan kesiapannya untuk menghapus peraturan tersebut apabila mendapatkan protes dari masyarakat.(PERS)