KPK Dalami Alur Kredit LPEI dalam Kasus Dugaan Korupsi Rp11 Triliun

5 hours ago 2

JAKARTA - Lembaga antirasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tengah serius mengurai benang kusut dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Fokus terbaru penyelidikan ini tertuju pada seluk-beluk proses pengusulan kredit yang diduga menjadi titik krusial dalam kasus yang merugikan negara hingga lebih dari Rp11 triliun tersebut.

Upaya pendalaman ini dilakukan melalui pemeriksaan sejumlah saksi kunci pada hari Kamis (21/10/2025). Tiga nama yang dipanggil ke hadapan penyidik KPK adalah Komarruzaman, Kepala Departemen Pembiayaan Syariah LPEI; Edwin M. Fadholi, Asisten Relationship Manager Divisi Pembiayaan Syariah LPEI tahun 2015; serta Andy Wardhana Putra Tanumihardja, yang berstatus sebagai pihak swasta.

“Saksi dimintai keterangan soal proses pengusulan, reviu debitur, hingga proses pencairan kreditnya, ” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada awak media di Jakarta.

Budi menambahkan, KPK juga tak ketinggalan mendalami ragam jenis pembiayaan atau kredit yang memang menjadi kewenangan LPEI untuk dilayani. Hal ini penting untuk memetakan seluruh mekanisme yang ada.

“Saksi juga dikonfirmasi mengenai mekanisme dan alur proses pembiayaan di LPEI, ” lanjutnya.

Kasus ini sendiri telah bergulir sejak 3 Maret 2025, ketika KPK mengumumkan penetapan lima orang tersangka. Dua di antaranya berasal dari internal LPEI, yaitu Direktur Pelaksana I Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV Arif Setiawan. Sementara itu, tiga tersangka lainnya berasal dari pihak debitur PT Petro Energy (PE), yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.

Tidak berhenti di situ, pada 28 Agustus 2025, KPK kembali memperluas cakupan penyidikan dengan menetapkan Hendarto sebagai tersangka. Kali ini, penetapan tersangka tersebut terkait dengan klaster debitur PT Sakti Mait Jaya Langit dan PT Mega Alam Sejahtera yang berada di bawah grup PT Bara Jaya Utama.

Secara keseluruhan, terungkap bahwa ada 15 debitur yang menerima fasilitas kredit dari LPEI terkait dengan perkara ini. Akibat dugaan praktik korupsi tersebut, negara diduga mengalami kerugian finansial yang sangat besar, mencapai lebih dari Rp11 triliun.

Read Entire Article
Karya | Politics | | |