KPK Dalami Pertemuan Bendahara Amphuri dengan Mantan Menag Soal Kuota Haji

1 month ago 15

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah rampung memeriksa HM Tauhid Hamdi, mantan Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri). Pemeriksaan ini merupakan bagian dari upaya KPK mendalami kasus dugaan korupsi terkait pembagian kuota haji tahun 2024.

Saat ditemui awak media pada Selasa, 7 Oktober 2025, sekitar pukul 15.22 WIB, usai keluar dari gedung KPK, Tauhid Hamdi mengungkapkan bahwa fokus pemeriksaan adalah mengenai pertemuannya dengan mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.

"Masih sekitar pendalaman pertemuan dengan Gus Yaqut sebelum KMA (keputusan Menteri Agama) turun, sebelum dan pertemuan silaturahmi setelah tidak lagi menjadi Menteri Agama, " kata Tauhid, Jumat (19/9/2025).

Ia menjelaskan bahwa ada dua momen pertemuan yang dibahas, yaitu yang terjadi sebelum keputusan Menteri Agama (KMA) terkait kuota haji turun, dan pertemuan silaturahmi setelah Yaqut Cholil Qoumas tidak lagi menjabat sebagai Menteri Agama.

Terkait pembagian kuota haji tambahan tahun 2024, Tauhid Hamdi menegaskan bahwa hal tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan Kementerian Agama (Kemenag). Ia menyatakan bahwa Amphuri tidak pernah melakukan intervensi dalam proses penentuan kuota.

"50 persen wewenangnya Gus Yaqut ya, Kemenag, kita tidak ada intervensi untuk menentukan kuota 50-50. Kita cuma apa, ketemu biasa aja, " tuturnya.

Pemeriksaan terhadap Tauhid Hamdi ini merupakan yang ketiga kalinya. Sebelumnya, ia telah diperiksa oleh KPK pada hari Jumat, 19 September, dan Kamis, 25 September.

Selain Tauhid Hamdi, KPK juga memanggil sejumlah saksi lain pada hari yang sama, termasuk Supratman Abdul Rahman S selaku Direktur PT Sindo Wisata Travel, Artha Hanif selaku Direktur Utama PT Thayiba Tora, dan M Iqbal Muhajir, seorang karyawan swasta.

Kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024 ini telah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Meskipun demikian, KPK belum mengumumkan tersangka dalam kasus ini. Kasus ini mencuat setelah Indonesia mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu, yang kemudian dibagi rata antara haji reguler dan haji khusus, masing-masing 10 ribu.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan, mengingat undang-undang yang berlaku menetapkan kuota haji khusus hanya sebesar 8 persen dari total kuota nasional. KPK menduga adanya komunikasi intensif antara asosiasi travel haji yang mengetahui informasi kuota tambahan dengan pihak Kemenag untuk membahas alokasi kuota haji tersebut.

Perkiraan sementara menunjukkan bahwa kerugian negara akibat kasus ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun. KPK juga telah berhasil menyita sejumlah aset, termasuk uang tunai, rumah, dan kendaraan, yang diduga terkait dengan kasus ini. (PERS)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |