Kuasa Hukum Abadi Tjendera Bantah Isu Kriminalisasi, Beber Fakta Hukum di Kasus Tanah

3 days ago 6

TANGERANG - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menolak seluruh eksepsi atau keberatan yang diajukan pihak terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana penguasaan lahan yang dilaporkan oleh Abadi Tjendera. Putusan sela ini sekaligus menegaskan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinyatakan sah dan dapat diterima, sehingga perkara layak dilanjutkan ke tahap pembuktian.

Kuasa hukum Abadi Tjendera, Rully Tarihoran, menyatakan bahwa putusan sela tersebut secara hukum telah membantah narasi "kriminalisasi" yang selama ini beredar di publik terkait perkara tanah kliennya.

"Dengan ditolaknya eksepsi, pengadilan mengakui dakwaan JPU sah secara formal dan materil. Ini menegaskan bahwa perkara ini bukan sekadar sengketa perdata biasa, melainkan memang mengandung unsur pidana, " tegas Rully kepada wartawan di Tangerang, Kamis 16 Oktober 2025.

Sidang putusan sela yang digelar pada Rabu, 15 Oktober 2025 tersebut memutuskan bahwa surat dakwaan JPU atas terdakwa Andreas Tarmudi dan Januaris Siagian telah disusun dengan cermat, jelas, dan memenuhi syarat formil maupun materil sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dalam pertimbangannya, majelis hakim tidak menemukan alasan hukum untuk menyatakan surat dakwaan batal demi hukum, seperti yang diminta pihak terdakwa. Dengan demikian, proses persidangan akan berlanjut ke tahap pemeriksaan saksi dan pembuktian.

"Kami menilai putusan ini adalah penegasan hukum. Tuduhan kriminalisasi otomatis gugur karena dakwaan dinilai sah oleh pengadilan. Yang terjadi adalah proses penegakan hukum yang adil dan benar sesuai Pasal 167 KUHP, " ujarnya.

Rully menjelaskan, laporan pidana terhadap kedua terdakwa didasarkan pada hak kepemilikan sah atas tanah yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Abadi Tjendera disebut membeli lahan tersebut melalui akta jual beli resmi oleh PPAT dan diakui negara.

"Pihak terdakwa mengklaim tanah tersebut miliknya dengan bukti kepemilikan yang patut dipertanyakan yaitu Surat Pelepasan Hak Tanah dan Kuasa sejak tahun 2000. Parahnya, pihak terdakwa juga menempati, membangun bangunan semi permanen, memagari, dan bahkan menyewakan tanah itu tanpa izin dari pemilik sah, " jelas Rully.

Menurut Rully, tindakan penguasaan tanpa hak tersebut jelas merupakan perbuatan pidana yang diatur dalam Pasal 167 KUHP. Ia menambahkan, klaim pihak terdakwa bahwa kasus ini adalah sengketa perdata merupakan upaya pengaburan fakta hukum yang justru sering dilakukan oleh oknum mafia tanah.

"Jika semua pelanggaran hak dibilang perdata, maka hukum pidana tidak akan bisa menjerat pelaku mafia tanah, " katanya.

Kuasa hukum juga menyoroti narasi-narasi kriminalisasi di ruang publik, yang menurutnya berpotensi menekan opini dan mengganggu independensi hakim serta jaksa dalam menjalankan tugasnya.

"Menyebut penegakan hukum sebagai kriminalisasi adalah bentuk tekanan opini publik. Kami menghormati proses pengadilan dan meyakini hukum harus ditegakkan berdasarkan fakta yang berimbang, bukan sekadar narasi, " katanya. (Sopiyan) 

Read Entire Article
Karya | Politics | | |