Kuasa Hukum Nilai Jaksa Lalai, Dakwaan Terhadap Leni Yuliastari Dianggap Tak Berdasar Fakta Persidangan

4 hours ago 2

DENPASAR – Tim penasihat hukum dari Ambara Law Office menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Bali tidak cermat dalam menyusun dakwaan terhadap klien mereka, I Gusti Ayu Leni Yuliastari (57), dalam perkara kematian I Pande Gede Putra Palguna (53) yang kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Denpasar.

Kasus yang bermula dari persoalan utang-piutang ini menyeret tiga nama, termasuk Leni Yuliastari yang disebut meminta bantuan Ida Ayu Oka Suryani Mantara (38) dan Intan Oktavia Pusparini (39), yang dikenal memiliki kemampuan membaca tarot, untuk membantu membujuk korban agar mau mengembalikan uang miliknya.

Dalam sidang sebelumnya, JPU Dewa Anom Rai menuntut masing-masing terdakwa dengan pidana 10 tahun penjara, dengan alasan perbuatan para terdakwa telah menimbulkan penderitaan mendalam bagi keluarga korban.

Namun, kuasa hukum yang terdiri dari I Gusti Gede Putu Atmaja, S.H., M.H., Gede Agra Kumara, S.H., M.H., dan Rozi Maulana, S.H., menilai tuntutan jaksa terlalu dipaksakan dan tidak didukung bukti yang kuat. Mereka menegaskan, tidak ada satu pun saksi di persidangan yang mendengar atau melihat adanya keterlibatan langsung Leni Yuliastari dalam tindakan kekerasan terhadap korban.

“Atas fakta persidangan, jelas klien kami tidak memiliki niat menghilangkan nyawa korban. Tidak ada perintah, tidak ada rencana. Peristiwa itu murni terjadi karena spontanitas dari dua terdakwa lain yang kesal terhadap korban, ” ujar Atmaja saat ditemui awak media, Kamis 16 Oktober 2025.

Ia menambahkan, niat (mens rea) dari para pelaku bukanlah untuk membunuh, melainkan hanya untuk menagih utang. “Klien kami hanya ingin uangnya kembali dari bisnis yang gagal, bukan untuk menyakiti apalagi membunuh, ” tegasnya.

Tim pembela juga membantah dakwaan jaksa mengenai dugaan perampasan kemerdekaan sebagaimana diatur dalam Pasal 333 KUHP. Menurut mereka, korban bahkan masih dapat keluar-masuk kamar kos tempat kejadian tanpa pengawasan ketat.

Selain itu, mereka menyoroti jaksa yang dinilai mengabaikan asas pertanggungjawaban pidana yang bersifat individual. “Jaksa seharusnya memisahkan dengan jelas peran dan tanggung jawab tiap terdakwa. Tidak semua harus dipukul rata, ” imbuhnya.

Dalam pledoi yang akan dibacakan Selasa, 21 Oktober 2025, tim kuasa hukum meminta majelis hakim menjatuhkan putusan bebas, atau setidaknya melepaskan klien dari segala tuntutan hukum, sesuai fakta yang terungkap di persidangan.

“Klien kami juga merupakan pihak yang dirugikan oleh korban yang kerap melakukan penipuan dalam transaksi bisnis bernilai miliaran rupiah. Dalam perkara ini, justru Leni adalah pihak yang kehilangan, bukan pelaku utama, ” tegas Atmaja.

Tim pembela akan menutup pledoinya dengan mengingatkan asas in dubio pro reo, bahwa setiap keraguan dalam pembuktian harus ditafsirkan untuk kepentingan terdakwa. “Oleh karena itu, klien kami seharusnya dibebaskan dari seluruh dakwaan, ” pungkasnya. (Ray)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |