Lagu “1947” Telah Dirilis: Sebuah Karya dari Cepi Sultoni yang Menghidupkan Semangat Perjuangan HMI Lewat Musik

10 hours ago 3

Tasikmalaya – Dunia musik tanah air, khususnya yang berpadu dengan gerakan intelektual dan keislaman, kembali diramaikan dengan hadirnya sebuah karya bermakna. Cepi Sultoni, kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tasikmalaya sekaligus Direktur Eksekutif Lembaga Seni Mahasiswa Islam (LSMI) HMI Cabang Tasikmalaya, baru saja meluncurkan lagu terbarunya yang berjudul “1947”. Karya ini kini sudah bisa dinikmati di berbagai platform musik digital seperti Spotify, YouTube Music, Apple Music, Joox, dan Deezer. Bahkan, lagu ini sudah tersedia di fitur musik Instagram Story dan WhatsApp Story memberi ruang baru bagi kader dan simpatisan untuk menyebarkan semangat perjuangan HMI dalam bentuk kreatif yang relevan dengan generasi digital saat ini.

Namun “1947” bukan sekadar lagu biasa. Ia adalah bentuk konkret dari narasi panjang dan dalam mengenai sejarah dan nilai-nilai perjuangan HMI yang telah berdiri sejak 5 Februari 1947. Dalam balutan irama dan syair, lagu ini menjadi refleksi atas perjalanan panjang Himpunan yang terus memperjuangkan cita-cita umat dan bangsa. Melalui lagu ini, pendengar diajak menyusuri kembali masa-masa awal berdirinya HMI, ketika nilai keislaman, keindonesiaan, dan keilmuan menjadi landasan utama di tengah riuhnya dinamika kemerdekaan Indonesia.

Lewat barisan liriknya, “1947” merekam denyut semangat historis yang tak lekang oleh waktu: semangat melawan ketertinggalan, berdiri di barisan depan menghadapi ketidakadilan, dan berani menyuarakan kebenaran di tengah zaman yang terus berubah. Lagu ini bukan hanya mengenang jasa generasi pendahulu HMI, tetapi juga menjadi seruan bagi generasi hari ini agar tidak kehilangan kompas perjuangan dan tetap membawa api semangat kaderisasi.

“Saya menulis lagu ini dengan penuh ketulusan. Saat itu, teman saya Gilang sedang mendengarkan lagu-lagu bertema perjuangan dari luar. Lalu saya tergerak, kenapa kita tidak membuat lagu tentang perjuangan kita sendiri? Saya pun dibantu oleh kanda Andy Alsy dari NTT untuk merampungkan karya ini. Sebagai kader HMI, saya tak ingin hanya menjadi pengagum sejarah. Saya ingin menjadi bagian dari yang menulis dan menyuarakan sejarah itu sendiri melalui karya, ” ungkap Cepi Sultoni.

Cepi Sultoni dikenal sebagai musisi yang konsisten berkarya dalam ranah musik perjuangan, sosial, dan budaya. Namun “1947” adalah salah satu karya yang paling personal baginya. Lagu ini tumbuh dari pengalaman dan kontemplasi panjang yang ia alami selama meniti jalan sebagai kader HMI mulai dari Latihan Kader I (LK I), Latihan Kader II (LK II), hingga forum-forum non Formal Latihan Bareng Orang Seni (LK BOS) LSMI Cirebon. Melalui lagu ini, ia ingin menegaskan bahwa peran kader HMI tak hanya terbatas pada pergerakan politik atau akademik semata, tetapi juga punya ruang luas dalam menyampaikan gagasan lewat jalur seni.

"Berkesenian tidak bertentangan dengan nilai kaderisasi. Sejak awal, HMI adalah rumah besar yang melahirkan para pemikir, seniman, bahkan negarawan. Lewat 1947, saya ingin menyampaikan bahwa berkarya adalah bentuk pengabdian, dan kader HMI pun bisa abadi melalui karya yang jujur dan berdampak, ” tambahnya.

Lagu ini juga merupakan bentuk konkret dari gerakan kebudayaan yang diusung LSMI HMI Cabang Tasikmalaya. Di tengah kondisi di mana seni sering kali dipinggirkan atau bahkan dilupakan oleh kalangan mahasiswa, “1947” hadir sebagai ajakan dan pengingat bahwa dakwah kultural dan jihad intelektual adalah dua hal yang dapat berjalan seiring.

Dari segi musikalitas, lagu ini digarap dengan pendekatan yang sederhana namun sarat makna. Musiknya membangun suasana khidmat dan reflektif, membuat pendengar seolah diajak untuk duduk sejenak dan merenungkan perjalanan panjang HMI dari masa lalu hingga hari ini. Liriknya ditulis dengan pilihan kata yang tegas dan menyentuh, namun tetap bisa diterima oleh berbagai lapisan pendengar.

Peluncuran lagu “1947” juga menjadi bagian dari momentum peringatan Milad HMI ke-78. Harapannya, lagu ini bisa menjadi pengiring dalam berbagai kegiatan kaderisasi, pelatihan, dan panggung seni budaya HMI baik di komisariat, cabang, maupun tingkat nasional.

Sebagai penutup, Cepi menyampaikan harapan besar terhadap makna dan fungsi dari lagu ini. Ia ingin agar karya ini bukan sekadar dinyanyikan, tetapi juga dirasakan dan diwariskan. Sebab menurutnya, menjaga semangat perjuangan tak hanya dilakukan lewat forum atau orasi, tetapi juga bisa melalui lirik dan nada.

 “Lagu ini bukan milik pribadi saya, tetapi milik kita semua. Milik para kader HMI yang yakin bahwa himpunan ini bukan sekadar organisasi formal, tetapi adalah rumah besar perjuangan yang perlu dijaga dengan cinta, kerja, dan karya, ” tutup Cepi.

Melalui “1947”, sejarah HMI kini tak hanya tertulis di buku dan dokumen, tetapi juga mengalun dalam nada, merasuk ke jiwa, dan hadir dalam setiap ruang yang menyuarakan perjuangan.

Read Entire Article
Karya | Politics | | |