BEASISWA - Tak terpisahkan sejak lahir, kembar Devi Yusvitasari dan Desi Yunitasari menorehkan prestasi gemilang dengan lolos beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) ke Australia secara bersamaan. Kini, keduanya telah dua bulan menempuh pendidikan S2 Hukum di University of Melbourne, dengan spesialisasi Human Rights Law, bahkan dalam kelas dan mata kuliah yang sama.
“Kami sebenarnya sudah dapat LPDP di akhir tahun 2023 namun kami sembari mempertimbangkan kampus tujuan. Mengingat kami kemarin mendapat LoA di beberapa kampus seperti Columbia University, Johns Hopkins University, Leeds hingga Newscastle University. Lalu kami memilih University of Melbourne di tahun ini, ” ungkap Desi, Jumat (26/9/2025).
Perjalanan Devi dan Desi tidaklah mudah. Kedua saudari kembar berusia 26 tahun ini berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur, dan tumbuh dalam keluarga prasejahtera. Sejak kecil, sang ibu berjuang seorang diri sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Demi menafkahi keluarga, sang ibu sempat mencoba peruntungan di Singapura, namun harus kembali ke Tanah Air karena hak gajinya tidak terpenuhi.
Kini, ibu dan ayah sambung Devi-Desi menjalani keseharian sebagai buruh tani. Namun, keterbatasan ekonomi tidak memupus semangat belajar kedua anak kembarnya. Sejak bangku Sekolah Dasar, Devi dan Desi selalu menjadi langganan juara kelas, sehingga kerap mendapatkan bantuan pendidikan dan beasiswa.
Setelah lulus SMA, impian untuk melanjutkan ke perguruan tinggi sempat tertunda karena kendala biaya. Mereka tak gentar, bekerja sebagai SPG di perusahaan berbeda selama setahun demi mengumpulkan modal sekaligus mempersiapkan diri untuk ujian SBMPTN.
Akhirnya, pada tahun 2017, mereka berhasil menempuh pendidikan S1 Hukum di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Bali. “Kami sewaktu S1 juga mendapat beasiswa. Seperti Beasiswa Bank Indonesia, Peningkatan Prestasi Akademik (PPA), Beasiswa Pertukaran Mahasiswa dari Kemenristekdikti, Beasiswa Mahasiswa Berprestasi dari Pemda Banyuwangi, hingga beasiswa Dataprint. Dapat pengurangan UKT juga, dari sekitar Rp 4 juta ke Rp 500 ribu per semester, ” tutur Devi.
Lulus tepat waktu pada tahun 2021, Devi meraih IPK 3, 96, sementara sang adik kembar mencatatkan IPK 3, 95. Pengalaman akademis yang cemerlang ini membawa mereka bekerja di firma hukum yang sama, sempat berkontribusi di UNICEF kantor Indonesia, menjadi organizing committee di Komnas Perempuan, hingga kini aktif mengembangkan Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Banyuwangi.
Pengalaman pahit sang ibu ketika merantau menjadi motivasi kuat bagi Devi dan Desi untuk fokus mendalami isu hak asasi manusia. “Itu jadi salah satu alasan kami mengambil (jurusan) Human Rights, ” kata Devi.
Beasiswa LPDP berhasil mereka raih dalam satu kali percobaan. Mereka mengakui bahwa tes bakat skolastik yang dihadapi memang menantang. “Selain banyak practice, juga cari kelebihan atau kelemahan kita di jenis soal yang mana. Misalnya ada beberapa jenis soalnya, jadi kalau kita kurang kuat di numeric misalnya, kita bisa perkuat di analogi verbal, ” jelas Desi.
Dalam proses wawancara, pihak LPDP sempat menanyakan perihal kesamaan mimpi dan fokus mereka. “Mereka sempat bertanya apakah kebersamaan atau kesamaan fokus hingga pengalaman kami bersifat saling tumpang tindih. Kami jawab pada dasarnya memiliki kesamaan dan selalu berkolaborasi berusaha untuk melengkapi dalam advokasi, ” ucap Desi.
“Misalnya salah satu berfokus ke sisi substansi, satu lagi berfokus ke sisi strategi. Kesamaan kami tidak bersifat redundant. Interviewer kami yakinkan bahwa fokus ataupun pengalaman kami justru menguatkan dalam upaya advokasi kami terhadap perempuan dan anak, ” imbuh Desi.
Pemilihan University of Melbourne bukan tanpa alasan. Selain reputasinya sebagai salah satu kampus hukum terbaik dunia, masa studi yang hanya satu tahun menjadi daya tarik tersendiri, lebih singkat dibandingkan kampus luar negeri lainnya yang umumnya memakan waktu dua tahun.
Kini, cita-cita mereka tidak berhenti di sini. Devi dan Desi berambisi untuk melanjutkan ke jenjang S3, sembari mencari beasiswa, berkontribusi di ranah pendidikan sebagai research associate, dan tetap aktif dalam kegiatan sosial.
Memiliki saudara kembar yang memiliki minat sama, menurut Desi, memberikan keuntungan tersendiri. Keduanya dapat saling memotivasi, terutama saat menghadapi persoalan. “Jadi saling mengingatkan untuk bersyukur dan mengingatkan ke niat awal kenapa kita memulai sesuatu atau mengambil keputusan. Kalau tantangan pasti ada, seperti misalnya kalau ada perbedaan pendapat kita selalu berusaha cari jalan tengah yang terbaik, misalnya seperti menentukan kampus kemarin, ” tutur Desi. (PERS)