Luka di Punggung Demokrasi: Kisah Safi’i, Aktivis PRD yang Lolos dari Penculikan Rezim Orde Baru

6 hours ago 4

Tokoh Indonesia - Malam itu bukan malam biasa bagi Safi’i. Ia tahu benar bahwa menjadi anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD) adalah pilihan berisiko. Tapi tidak pernah ia bayangkan, risiko itu akan datang dalam bentuk penculikan.

Safi’i tak pernah tahu pasti siapa para penculiknya. Mereka datang tanpa seragam, tanpa surat, tanpa wajah yang bisa diingat. Hanya tangan-tangan keras dan suara penuh ancaman yang membawanya masuk ke dalam sebuah mobil yang melaju menuju entah ke mana.

Namun di tengah perjalanan, naluri bertahan hidupnya lebih kuat dari rasa takut. Dalam momen genting, saat perhatian para penculik lengah, Safi’i nekat. Ia lompat dari mobil yang masih melaju. Tubuhnya membentur aspal. Darah mengucur dari luka di paha dan punggungnya. Tapi ia terus berlari. Terus menyelinap. Terus bertahan.

Dengan luka-luka yang menganga, Safi’i bersembunyi di lorong-lorong sempit kota. Tak ada ambulans. Tak ada pertolongan medis. Hanya nyali, luka, dan keyakinan bahwa suara rakyat tidak boleh padam.

Bertahun-tahun kemudian, kisahnya tak pernah tercetak dalam buku sejarah sekolah. Tapi jejaknya hidup di antara sesama penyintas dan para pejuang demokrasi. Luka-luka itu, hingga kini, masih membekas di tubuhnya—dan lebih dalam lagi, di sejarah bangsa.

Safi’i bukan sekadar nama. Ia adalah bukti bahwa demokrasi kita dibayar mahal, bahkan dengan darah.

Surabaya, 1998

Danial Indrakusuma 

Aktivis

Read Entire Article
Karya | Politics | | |