Produsen Solusi Bahan Produk Minuman, DaVinci Gourmet, Beralih Menggunakan Kakao Bersertifikasi Rainforest Alliance untuk Mendukung Pasokan Bahan Makanan yang Berkelanjutan

3 days ago 7

SINGAPURA, 18 Juli 2025 /PRNewswire/ -- DaVinci Gourmet, bagian dari Kerry Group, kini telah menggunakan 100% kakao bersertifikasi Rainforest Alliance untuk produk bumbu, sirup, dan bubuk. Aksi ini merupakan langkah pertama yang ditempuh sebuah produsen solusi bahan produk minuman di dunia.

(PRNewsfoto/Kerry Group)

(PRNewsfoto/Kerry Group)

Untuk meningkatkan kesadaran publik, serta mendorong kafe agar ikut beralih menggunakan kakao bersertifikasi Rainforest Alliance, DaVinci Gourmet menawarkan materi edukasi tentang kakao berkelanjutan kepada 200 pelaku bisnis makanan pertama yang bergabung dalam Conscious Chocolate Campaign. Materi edukasi tersebut antara lain sampel produk yang dipasok secara etis, bahan informasi yang siap dipajang di kafe, serta buku resep yang disusun bersama produsen minuman ternama dengan memakai kakao bersertifikasi Rainforest Alliance.

Dalam riset terbaru Kerry, 83% konsumen lebih memilih produk minuman yang terbuat dari kakao bersertifikasi Rainforest Alliance dibandingkan produk minuman dengan kakao tanpa sertifikasi. Konsumen juga rela membayar harga yang 20% lebih mahal untuk produk minuman dengan bahan-bahan yang dipasok secara berkelanjutan[1]. Hal tersebut mencerminkan pentingnya bahan makanan yang dipasok secara etis di industri restoran dan kafe.

Meski kakao bersertifikasi Rainforest Alliance telah tersedia dalam bentuk produk cokelat batangan di gerai ritel, banyak produk minuman berbahan cokelat di kafe dan restoran belum bersertifikasi.

"DaVinci Gourmet membuat perubahan positif dengan memakai bahan makanan yang dipasok secara berkelanjutan, sebab pembangunan berkelanjutan harus menjadi standar industri. Meski kami memakai kakao berkelanjutan, kami tidak mengenakan biaya tambahan kepada para pelanggan," ujar Eloise Dubuisson, General Manager, Food Service Brands, Kerry Asia Pacific, Middle East & Africa.

Perubahan positif ini juga konsisten dengan tren global: 78% konsumen mengaku bahwa aspek keberlanjutan menentukan keputusan mereka ketika berbelanja[2].

Mengingat kakao merupakan bahan makanan utama dalam menu yang disajikan di kafe, industri makanan dan minuman semakin mendapat sorotan. World Cocoa Foundation dan International Labour Organization pun terus mencermati praktik rantai pasok kakao di beberapa negara penghasil kakao terbesar. Kini, Pantai Gading dan Ghana memproduksi 60% kakao di dunia.

"Konsumen tak lagi hanya mengutamakan cita rasa. Konsumen kini menuntut berbagai merek supaya menaruh perhatian pada dampak lingkungan hidup dan sosial dari produk-produknya," kata Dubuisson. "Setiap keputusan yang diambil untuk memakai bahan makanan yang dipasok secara berkelanjutan, bahkan pada level kafe, menciptakan efek berantai di seluruh industri. Cokelat bisa menjadi kekuatan positif."  

Kakao bersertifikasi Rainforest Alliance dipasok dari perkebunan yang memenuhi standar ketat dari sisi pelestarian alam, praktik ketenagakerjaan yang bertanggung jawab, serta kesinambungan ekonomi.

Lewat label produk yang menampilkan gambar katak hijau, sertifikasi ini menunjukkan bahwa kakao telah dibudidayakan secara berkelanjutan demi melestarikan hutan, meningkatkan mata pencaharian petani kakao, serta meningkatkan transparansi rantai pasok.

"Setiap cangkir minuman yang memakai kakao bersertifikasi melambangkan sebuah langkah menuju komunitas petani kakao yang lebih berdaya tahan, serta ekosistem yang lebih sehat," ujar Nina Rossiana, Markets and Partnerships, Rainforest Alliance. "Ketika berkomitmen pada bahan-bahan yang dipasok secara berkelanjutan, merek-merek makanan dan minuman tak hanya memenuhi tuntutan konsumen, namun juga membuat perubahan positif."

"Kami tak sekadar beralih memakai kakao bersertifikasi; kami mengajak pelaku industri lain agar bergabung dalam gerakan ini," kata Dubuisson. "Kami mendorong kafe-kafe untuk menghidangkan minuman yang tak hanya bercita rasa, namun juga bermanfaat positif. Pembangunan berkelanjutan bukan hanya mengenai etika, melainkan juga bisnis yang baik."

[1] Riset Kerry, 2024; metode kuantitatif lewat penjajakan daring terhadap 1.000 konsumen di 10 pasar di APMEA

[2] IBM Institute for Business Value. (2022). Sustainability as a Business Imperative

SOURCE Kerry Group

Read Entire Article
Karya | Politics | | |