JAKARTA - Di tengah gelombang perubahan yang tak terbendung, para sarjana masa kini dihadapkan pada kenyataan baru: era kecerdasan buatan (AI). Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Stella Christie, tak henti-hentinya mengingatkan pentingnya kesiapan para lulusan perguruan tinggi dalam menghadapi lanskap pekerjaan yang terus berevolusi.
Stella Christie menggambarkan sebuah paradoks menarik yang dibawa oleh AI. "Kita hidup di era yang ditandai dengan perubahan besar. Artificial Intelligence akan menghapus 92 juta jenis pekerjaan, tetapi sekaligus menciptakan 97 juta pekerjaan baru. Kuncinya adalah bagaimana kita mempersiapkan diri dengan keterampilan baru, sehingga kita bisa merebut peluang, bukan tergilas oleh perubahan, " ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis.
Beliau menegaskan bahwa gelar sarjana bukanlah titik akhir, melainkan gerbang awal menuju petualangan baru di dunia yang terus berlari kencang akibat gempuran teknologi. Lebih dari sekadar mahir dalam aspek teknis, pendidikan tinggi dituntut untuk membentuk manusia seutuhnya.
"Penguasaan teknologi saja, lanjut dia, tidak cukup untuk bersaing di masa depan. Pendidikan harus menumbuhkan karakter, empati, serta kemampuan berpikir tingkat tinggi yang tidak dapat direplikasi oleh mesin, " tegas Stella. Ia menekankan bahwa keunggulan manusia akan terletak pada kemampuan non-teknis yang tak dimiliki oleh AI.
Stella Christie menambahkan bahwa disrupsi yang dibawa AI memang nyata, namun dengan pendekatan yang tepat, manfaatnya dapat jauh melampaui risikonya. "Generasi muda harus siap menghadapi perubahan dengan sikap terbuka, kemampuan beradaptasi, serta komitmen untuk terus belajar sepanjang hayat, " pesannya.
Senada dengan pandangan tersebut, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Atip Latipulhayat sebelumnya juga telah menggarisbawahi urgensi penguasaan AI. Ia menyebut bahwa AI bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan di masa depan, yang menuntut inovasi dari para lulusan agar tetap relevan.
"Hehebat-hebatnya AI, sebagaimana ditunjukkan oleh Prof Habibie, original intelligence itu adalah otak kita. Jadi, tidak mungkin manusia menciptakan suatu teknologi yang akan menghilangkan eksistensi diri kita sendiri, selama itu dibuat oleh manusia, " ujar Wamendikdasmen Atip, menekankan kekuatan intelektual manusia sebagai fondasi.
Untuk membekali generasi muda, pemerintah berencana mengintegrasikan AI sebagai mata pelajaran pilihan. Tujuannya agar para siswa dapat menguasai kemajuan zaman dan memastikan peran mereka tidak tergantikan oleh teknologi. (Warta Kampus)