JAKARTA - Sebuah kabar penting datang dari dunia keuangan dan hukum di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bekerja sama erat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta berbagai kementerian dan lembaga terkait, akhirnya berhasil membawa pulang mantan Chief Executive Officer (CEO) Investree, Adrian Asharyanto Gunadi (AAG), dari Qatar ke tanah air.
Langkah dramatis ini merupakan hasil dari kerja sama lintas negara yang kompleks. "Proses pemulangan AAG dilaksanakan melalui mekanisme kerja sama NCB to NCB serta kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Luar Negeri dan dukungan penuh dari KBRI di Qatar, " ungkap Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK Yuliana, dalam sebuah konferensi pers di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada hari Jumat (26/09/2025).
Adrian Asharyanto Gunadi sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka oleh OJK. Ia diduga terlibat dalam kasus penghimpunan dana masyarakat yang melanggar ketentuan hukum, dengan nilai fantastis mencapai setidaknya Rp2, 7 triliun, yang berlangsung antara Januari 2022 hingga Maret 2024.
Kini, Adrian Asharyanto Gunadi berstatus sebagai tahanan OJK dan ditempatkan di Rutan Bareskrim Polri untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Langkah penahanan ini merupakan bagian dari upaya menegakkan keadilan dan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan di sektor keuangan.
Dalam penanganan kasus ini, Penyidik OJK telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung RI. Tersangka dijerat dengan pasal-pasal krusial, termasuk Pasal 46 jo Pasal 16 ayat (1) Bab IV Undang-Undang Perbankan, dan Pasal 305 ayat (1) jo Pasal 237 huruf (a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, yang diperkuat dengan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman pidana yang menanti adalah penjara minimal 5 tahun dan maksimal 10 tahun.
Terungkap bahwa tersangka diduga memanfaatkan PT Radhika Persada Utama (RPU) dan PT Putra Radhika Investama (PRI) sebagai kendaraan untuk menghimpun dana ilegal. Operasi ini dilakukan dengan mengatasnamakan PT Investree Radhika Jaya (Investree), sebuah praktik yang sangat merugikan masyarakat dan merusak kepercayaan publik. Dana yang berhasil dihimpun tersebut, menurut Yuliana, sebagian besar digunakan untuk kepentingan pribadi.
Selama proses penyidikan berjalan, tersangka menunjukkan sikap yang tidak kooperatif. Keberadaannya di Doha, Qatar, terungkap, sehingga memicu langkah hukum internasional untuk membawanya kembali ke Indonesia.
Menindaklanjuti temuan tersebut, Penyidik OJK menetapkan AAG sebagai tersangka. Melalui koordinasi intensif dengan Korwas PPNS Bareskrim Polri dan Divisi Hubungan Internasional Polri, daftar pencarian orang (DPO) dan Red Notice diterbitkan pada 14 November 2024. Upaya penegakan hukum ini juga melibatkan Kementerian Hukum dan Kementerian Luar Negeri yang mengupayakan jalur G-to-G untuk permohonan ekstradisi kepada Pemerintah Qatar. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan pun telah mengambil langkah tegas dengan mencabut paspor tersangka.
OJK menegaskan komitmennya untuk terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri terkait laporan-laporan korban yang terus masuk ke Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan kasus ini tidak berhenti pada pemulangan tersangka, melainkan juga fokus pada pemulihan hak-hak korban.
Dalam kesempatan ini, OJK menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam keberhasilan pemulangan tersangka AAG. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Luar Negeri, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas dukungan dan kerja sama yang solid.
"Kami meyakini bahwa sinergi dan koordinasi antar-kementerian/lembaga ini merupakan wujud nyata komitmen bersama dalam memperkuat penegakan hukum di sektor jasa keuangan serta memberikan perlindungan kepada masyarakat, " tegas Yuliana. Upaya bersama ini menjadi bukti konkret bahwa pemerintah serius melindungi masyarakat dari praktik keuangan ilegal dan menegakkan supremasi hukum di sektor jasa keuangan. (PERS)