Mantan Kadisbud DKI Iwan Henry Wardhana Dituntut 12 Tahun Penjara Terkait Kasus Korupsi SPJ Fiktif

4 hours ago 2

JAKARTA - Suasana ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mendadak tegang, Kamis (09/10/2025). Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Arif Darmawan, membacakan tuntutan pidana penjara selama 12 tahun terhadap mantan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta periode 2020–2024, Iwan Henry Wardhana. Tuntutan ini terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ) fiktif.

Jaksa meyakini Iwan, bersama dengan Kepala Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Jakarta tahun 2024, Mohamad Fairza Maulana, dan pemilik penyelenggara acara (EO) Gerai Production (GR PRO), Gatot Arif Rahmadi, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Perbuatan mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, " ungkap JPU dalam sidang pembacaan surat tuntutan.

Selain ancaman bui selama satu dekade lebih, Iwan juga dituntut membayar denda sebesar Rp500 juta. Apabila denda tersebut tidak mampu dipenuhi, maka Iwan harus menjalani hukuman kurungan pengganti selama 6 bulan. Namun, beban terberat datang dari tuntutan uang pengganti sebesar Rp20, 5 miliar. Jika uang ini tak kunjung dibayar, Iwan harus rela mendekam di penjara selama 6 tahun tambahan. Aset terdakwa berupa bangunan dan tanah yang telah disita dalam penyidikan akan diperhitungkan dalam pembayaran uang pengganti ini.

Dalam persidangan yang sama, nasib Fairza dan Gatot juga turut dibacakan tuntutannya. Fairza dituntut pidana penjara selama 7 tahun, denda Rp500 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp1, 44 miliar subsider 3 tahun dan 6 bulan. Uang sitaan senilai Rp1, 01 miliar dan Rp50 juta akan diperhitungkan dalam pembayaran ini. Sementara itu, Gatot menghadapi tuntutan 9 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp13, 26 miliar subsider 4 tahun dan 6 bulan. Aset sitaan Gatot meliputi Rp7 juta, satu unit mobil Suzuki, dan satu unit mobil Nissan Evalia.

Ketiganya didakwa telah merugikan keuangan negara secara kolektif sebesar Rp36, 32 miliar. Modus operandinya terbilang licik: Iwan diduga mengarahkan seluruh kegiatan Pergelaran Seni Budaya Berbasis (PSBB) Komunitas untuk diserahkan sepenuhnya kepada Gatot. Sebagai imbalannya, Gatot dijanjikan akan memberikan sejumlah uang sebagai 'kontribusi' kepada Iwan.

Selama periode 2022 hingga 2024, Gatot, berdasarkan penunjukan Iwan dan arahan Fairza, telah mengelola sekitar 101 acara PSBB Komunitas, 746 PKT, dan tiga Jakarnaval. Total pembayaran yang terealisasi setelah dipotong pajak mencapai Rp38, 66 miliar. Namun, ironisnya, pengeluaran sebenarnya hanya sekitar Rp8, 19 miliar. Sisa lebih pembayaran yang disalahgunakan mencapai Rp30, 46 miliar. Dana fantastis inilah yang diduga disalahgunakan untuk memberikan 'tunjangan' kepada Iwan, Fairza, Gatot, dan pihak-pihak tak terduga lainnya. Iwan disebut-sebut paling menikmati aliran dana haram ini dengan total Rp16, 2 miliar, disusul Gatot Rp13, 52 miliar, dan Fairza Rp1, 44 miliar.

Perbuatan ini membuat ketiganya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, yang menjerat pelaku tindak pidana korupsi. (PERS)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |