PAPUA - Taktik keji kembali dipertontonkan oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang kini semakin berani mengeksploitasi generasi muda untuk agenda politik mereka. Dengan memanfaatkan pelajar sebagai alat propaganda, OPM tidak hanya mengancam masa depan anak-anak Papua, tetapi juga menegaskan kehilangan legitimasi moral mereka dalam perjuangan yang semakin mengarah pada kekerasan dan ancaman terhadap hak asasi manusia. Selasa 29, April 2025.
Informasi terbaru yang diterima dari aparat keamanan dan laporan tokoh masyarakat setempat mengungkapkan bahwa OPM telah mulai melibatkan pelajar dalam berbagai aktivitas berbau politis. Dari aksi pawai jalanan, pengibaran bendera Bintang Kejora, hingga pembuatan video propagandis yang disebarkan di media sosial, OPM kini semakin mengarah pada pemanfaatan anak-anak sebagai "senjata politik".
"Ini adalah pelanggaran serius terhadap hak anak, yang harusnya berada di ruang kelas, bukan di medan politik. Anak-anak tidak seharusnya dipaksa untuk menjadi bagian dari konflik bersenjata atau agenda separatis, " tegas Prof. Hikmahanto Juwana, pakar hukum internasional dari Universitas Padjadjaran.
"Pendidikan adalah hak dasar mereka, bukan menjadi alat yang dipergunakan untuk tujuan kekerasan atau pemecah belah bangsa."
Praktik eksploitasi ini jelas melanggar berbagai konvensi internasional yang melindungi hak-hak anak, termasuk Konvensi Hak Anak PBB, yang dengan tegas mengatur bahwa anak-anak tidak boleh dipaksakan untuk terlibat dalam politik dan konflik bersenjata.
"Anak-anak itu berada dalam posisi rentan. Mereka tidak tahu apa yang mereka perjuangkan. Mereka hanya mengikuti karena ketakutan, " ujar seorang guru yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, yang mengajar di salah satu sekolah di Kabupaten Puncak.
"Beberapa anak diancam oleh OPM jika tidak mau ikut dalam pawai atau tidak menyanyikan lagu-lagu separatis. Kami sebagai guru hanya bisa melihat dan merasa tidak berdaya karena OPM datang dengan senjata."
Para pelajar yang terpaksa terlibat dalam aksi-aksi ini kini hidup dalam ketakutan. Salah seorang siswa yang berhasil melarikan diri dari pawai separatis mengungkapkan, "Kami merasa takut, tapi tidak bisa melawan. OPM datang membawa senjata dan kami tidak punya pilihan lain selain mengikuti mereka."
Kekhawatiran pun meluas di kalangan para guru dan masyarakat setempat, yang merasa ancaman ini semakin dekat. Mereka menuntut agar pemerintah mempercepat pembangunan di daerah terpencil dan meningkatkan pengamanan, agar anak-anak bisa belajar dengan aman tanpa terjerumus dalam propaganda yang merusak masa depan mereka.
"Pendidikan adalah harapan utama kami untuk masa depan yang lebih baik. Jika ini terus berlangsung, kami tidak hanya kehilangan generasi ini, tapi juga masa depan Papua itu sendiri, " kata seorang guru yang kini mengungsi karena ancaman separatis.
Tindakan OPM yang kini memanfaatkan anak-anak sebagai bagian dari perjuangan mereka semakin memperlihatkan betapa mereka telah menyimpang jauh dari tujuan awalnya, yakni memperjuangkan kemerdekaan Papua. Sebaliknya, mereka kini justru menodai hak-hak dasar anak-anak yang seharusnya mendapat perlindungan dan pendidikan yang layak. (***/Red)