JAKARTA - Perubahan signifikan dalam tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kini resmi berlaku. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, yang membawa angin segar dalam upaya pencegahan potensi konflik kepentingan dan peningkatan profesionalisme. Aturan baru ini secara tegas melarang menteri dan wakil menteri untuk menduduki jabatan rangkap di struktur BUMN, termasuk posisi komisaris.
Keputusan penting ini diumumkan langsung oleh Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Ermarini, saat membacakan hasil pembahasan tingkat I revisi UU BUMN. Secara keseluruhan, terdapat 12 poin krusial yang disepakati dalam pembaruan undang-undang ini. Salah satu poin terpenting adalah penguatan larangan rangkap jabatan bagi para pejabat eksekutif tersebut, yang merupakan tindak lanjut langsung dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pengaturan terkait larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri pada direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi, " ujar Anggia Ermarini dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I 2025-2026 di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (2/10).
Menyikapi aturan baru ini, pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini, memberikan tenggat waktu bagi menteri dan wakil menteri yang saat ini masih menjabat rangkap di BUMN. Mereka diberikan masa transisi selama dua tahun, terhitung sejak putusan MK terkait larangan rangkap jabatan diucapkan.
"Ketentuan mengenai rangkap jabatan menteri dan wakil menteri sebagai organ BUMN berlaku paling lama 2 tahun, terhitung sejak putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan rangkap jabatan menteri dan wakil menteri diucapkan, " jelas Rini Widyantini saat rapat paripurna.
Sebelumnya, kesepakatan antara pemerintah dan Komisi VI DPR RI untuk melarang rangkap jabatan menteri dan wakil menteri sebagai direksi hingga komisaris BUMN ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 128-PUU-XXIII-2025. Putusan MK ini menekankan pentingnya pemisahan fungsi dan kewenangan untuk mencegah praktik yang tidak sehat.
Namun, perlu dicatat bahwa larangan ini tidak berlaku serta-merta bagi pejabat eselon I di kementerian. Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, mengklarifikasi bahwa sejauh ini belum ada larangan bagi pejabat eselon I untuk tetap berada di struktur BUMN. Ia beralasan bahwa kehadiran perwakilan pemerintah di BUMN tetap krusial untuk fungsi pengawasan.
"Sampai hari ini belum ada (larangan untuk eselon I), " ujar Supratman usai Rapat Kerja dengan Komisi VI di Ruang Rapat Komisi, Jumat (26/9). Ia menambahkan, "Ya (masih bisa eselon I) karena memang wakil pemerintah kan harus ada di sana."
Inti dari putusan Mahkamah Konstitusi, sebagaimana tertuang dalam Putusan Perkara Nomor: 128/PUU-XXIII/2025, adalah larangan bagi wakil menteri untuk merangkap jabatan sebagai komisaris atau direksi di perusahaan negara maupun swasta. Putusan ini diajukan oleh Advokat Viktor Santoso Tandiasa terkait pengujian materi Pasal 23 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/8), menyatakan bahwa permohonan pemohon dikabulkan sebagian. Pasal 23 UU Kementerian Negara dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai dengan beberapa ketentuan penting.
Revisi UU BUMN ini mencakup berbagai penataan, termasuk pengaturan lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN, penegasan kepemilikan saham negara, penataan komposisi saham pada perusahaan induk, hingga penguatan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam pemeriksaan keuangan BUMN untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Selain itu, undang-undang baru ini juga menegaskan kesetaraan gender bagi karyawan BUMN yang menduduki jabatan direksi, komisaris, dan manajerial. Pengaturan terkait perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan usaha dan pengecualian penguasaan BP BUMN terhadap BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal juga menjadi bagian dari pembaruan ini. Mekanisme peralihan status kepegawaian dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN pun turut diatur secara rinci. (PERS)





































