PAPUA - Di tengah sunyi pedalaman Ilaga, ketika denting senjata telah lama bergema, sebuah melodi baru mengalun bukan dari panggung besar, tapi dari tangan-tangan tulus prajurit TNI yang hadir membawa damai. Di Pos Wuloni, Distrik Ilaga Utara, Satuan Tugas Yonif 700/Wira Yudha Cakti (WYC) menyampaikan pesan kebersamaan bukan lewat pidato, tetapi lewat seuntai gitar dan tawa anak-anak Papua.
Senin, 16 Juni 2025, bukan hari biasa bagi masyarakat Kampung Wuloni. Para prajurit yang dipimpin langsung oleh Komandan Pos, Lettu Inf I Made Mertiana, menjadikan momen komunikasi sosial (Komsos) sebagai ruang yang lebih dari sekadar silaturahmi. Mereka datang membawa bingkisan sederhana, namun bermakna besar: sebuah gitar untuk gereja setempat.
Namun gitar itu bukan sekadar alat musik. Ia adalah simbol pengharapan. Simbol bahwa dalam keheningan, masih ada lagu yang menunggu untuk dinyanyikan bersama. Lagu tentang persatuan, tentang damai yang dirajut dengan kesabaran dan kasih.
"Kami ingin nada-nada pujian terus hidup di kampung ini. Gitar ini mungkin sederhana, tapi suara dari hati yang mengiringinya akan menyatukan kita, " ucap Lettu Mertiana sambil menyerahkan gitar di hadapan para pengurus gereja dan masyarakat.
Di sisi lain halaman gereja, tawa anak-anak menggema. Para prajurit, dengan ransel penuh biskuit dan permen, membagikan kebahagiaan kecil kepada wajah-wajah mungil yang sudah terlalu lama akrab dengan ketegangan. Tak ada jarak, tak ada sekat hanya manusia dan manusia, saling menguatkan.
"Mereka tidak hanya membawa keamanan, mereka membawa kasih, " tutur seorang warga dengan mata berkaca-kaca. Kami merasa diperhatikan, dihargai, dan dicintai."
Panglima Komando Operasi Habema, Mayjen TNI Lucky Avianto, mengapresiasi tinggi langkah penuh makna ini.
"Apa yang dilakukan Pos Wuloni mencerminkan wajah TNI yang sejati hadir tidak hanya sebagai penjaga, tapi sebagai saudara. Membangun bukan hanya pos pertahanan, tapi jembatan rasa dan harapan di tengah masyarakat, " tegasnya.
Kisah ini adalah bukti bahwa pembinaan teritorial bukanlah sekadar rutinitas militer, melainkan bagian dari denyut kehidupan. Di Ilaga, suara gitar itu bukan hanya akan mengiringi doa-doa, tapi juga menjadi irama yang menghangatkan hati dan menyatukan langkah.
Karena sejatinya, di balik seragam dan strategi, ada jiwa-jiwa yang menyanyi dalam senyap tentang Indonesia yang damai, yang hangat, dan yang manusiawi.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono