JAKARTA - Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menyoroti potensi besar Edge Artificial Intelligence (Edge AI) dalam memacu inovasi industri, memperkuat daya saing bangsa, serta memastikan prinsip etika tetap terjaga di tengah derasnya arus transformasi digital Indonesia. Menurutnya, AI kini bukan sekadar teknologi, melainkan telah menjelma menjadi kekuatan geopolitik yang menuntut Indonesia untuk siap dengan ekosistem yang sehat, beretika, dan berorientasi pada kemaslahatan masyarakat.
“AI hari ini bukan sekadar teknologi, tapi sudah menjadi kekuatan geopolitik. Karena itu Indonesia harus siap dengan ekosistem yang sehat, beretika, dan bermanfaat bagi masyarakat, ” ujar Nezar dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (24/09/2025).
Ia menekankan bahwa penerapan Edge AI dapat memberikan dampak positif yang signifikan, terutama di sektor-sektor vital seperti kesehatan, pertanian, dan manufaktur. Lebih dari itu, teknologi ini juga berperan penting dalam memperkuat ketahanan data nasional.
Demi mewujudkan potensi tersebut, pemerintah tak tinggal diam. Upaya percepatan adopsi teknologi 5G terus digalakkan, termasuk melalui mekanisme lelang spektrum frekuensi 1, 4 GHz dan 2, 6 GHz.
“Edge AI membuka peluang besar jika kita dekatkan dengan problem konkret masyarakat. Pemerintah, akademisi, industri, dan komunitas harus bersinergi membangun ekosistem AI yang berkelanjutan, ” tambah Nezar.
Perkembangan pesat kecerdasan buatan, mulai dari Generative AI, Agentic AI, hingga Edge AI dan Physical AI, menuntut kesiapan strategis. Menjawab tantangan ini, pemerintah tengah merampungkan Peta Jalan AI Nasional yang akan berlaku untuk lima tahun ke depan. Peta jalan ini dirancang selaras dengan visi jangka panjang Indonesia, yaitu Indonesia Digital 2045 dan Indonesia Emas 2045.
Meskipun Indonesia masih berada dalam tahap awal adopsi AI, Nezar mengakui bahwa penggunaannya sudah mulai meluas. Namun, dua pekerjaan rumah besar yang mendesak untuk diselesaikan adalah pembangunan infrastruktur yang memadai dan pengembangan talenta AI yang unggul.
“Talenta kita tidak boleh hanya berhenti sebagai pengguna. Indonesia harus melahirkan pengembang dan inovator AI, ” tegasnya.
Di sisi lain, Nezar turut mengingatkan adanya potensi risiko sosial yang perlu diwaspadai dari penggunaan AI, mulai dari fenomena hubungan emosional antara manusia dan AI (synthetic relationship) hingga kemungkinan disrupsi pada sektor ketenagakerjaan. Beberapa negara bahkan mulai menjajaki konsep seperti robot taxation atau 'human in the loop' untuk memastikan peran manusia tetap relevan di era otomatisasi.
“Peta Jalan AI Nasional menegaskan prinsip human-centric. AI harus menjadi solusi, bukan ancaman bagi masyarakat, ” pungkasnya. (PERS)