Pedagang Pasar Projosari Bawen Guncang! Sewa Lahan Kios Naik Tiga Kali Lipat, BKUD Disorot, Diskumperindag Lepas Tangan

6 days ago 11

Bawen, Kabupaten Semarang - Gelombang keluhan mengguncang Pasar Projosari, atau yang akrab disebut Pasar Merakmati, di Kelurahan Harjosari, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang. Para pedagang menjerit setelah Pemerintah Kabupaten Semarang melalui Badan Keuangan Daerah (BKUD) menaikkan tarif sewa lahan kios hingga lebih dari tiga kali lipat pada tahun 2025.

Dari semula sekitar Rp200 ribu per kios per tahun, kini mereka harus membayar Rp720 ribu. Kenaikan drastis ini diperparah dengan kebijakan pembayaran tunai tanpa cicilan, sementara retribusi harian tetap berjalan Rp3.000 per kios.

“Kami ini pedagang kecil, penghasilan tak menentu. Kenaikan setinggi ini sangat memberatkan. Kami mohon pemerintah meninjau ulang kebijakan ini, ” ujar MD, salah satu pedagang, Senin (13/10/2025).

Para pedagang tak tinggal diam. Mereka sepakat mengirim surat permohonan keringanan kepada Bupati Semarang, H. Ngesti Nugraha, dengan nomor 001/PPMM/X/2025.

Dalam surat itu, mereka mengusulkan dua hal utama:

1. Tarif sewa diturunkan menjadi Rp360.000 per kios per tahun dengan sistem cicilan Rp30.000 per bulan.

2. Retribusi harian dikurangi dari Rp3.000 menjadi Rp2.000 per kios.

Namun, tenggat waktu pembayaran yang hanya satu bulan setelah surat edaran BKUD keluar membuat banyak pedagang kelimpungan. Tak sedikit yang terpaksa berutang atau bahkan menutup kios sementara karena takut disanksi Satpol PP.

“Kami jualan sembako dan sayur. Saingan online makin ketat, sementara biaya naik terus. Kalau begini terus, kami bisa gulung tikar, ” ujar perwakilan pedagang lain.

Perwakilan pedagang mengaku sudah menemui pihak BKUD pada 9 Oktober 2025, diwakili pegawai bagian aset daerah Arif Kurniawan, untuk membahas keringanan. Namun, hasilnya nihil.

BKUD tetap meminta pelunasan penuh sesuai ketentuan awal.

Hal ini menambah tekanan bagi para pedagang yang kini menggantungkan harapan besar pada kebijakan bijak Bupati Ngesti Nugraha.

Ketua Paguyuban Pasar Projosari sekaligus Ketua RW 7 Kelurahan Harjosari, Hadi Suroso, SH., menegaskan bahwa kebijakan tarif sewa sepenuhnya ditetapkan oleh BKUD, bukan oleh paguyuban.

“Peran kami hanya sebagai penghubung antara BKUD dan pedagang. Semua keputusan tarif diatur dalam Perda, bukan keputusan saya, ” ujarnya.

Hadi yang mulai menjabat sejak Maret 2025 mengungkapkan, pasar sebelumnya dalam kondisi memprihatinkan saluran air tersumbat, lingkungan kumuh, dan bau menyengat. Setelah dilakukan penataan, kondisi pasar kini jauh lebih baik dan tertata rapi.

Menariknya, 99 persen pedagang bukan warga Harjosari, namun penataan dilakukan merata demi kenyamanan bersama.

Rincian Tarif Sewa Baru Versi BKUD

* Lapak terbuka: Rp2.600/m⊃2; per bulan (sekitar Rp93.000 per tahun, 42 lapak)

* Kios 5 m⊃2;: Rp300.000 per tahun (56 kios)

* Kios 8 m⊃2;: Rp480.000 per tahun (12 kios)

* Kios 12 m⊃2;: Rp720.000 per tahun (75 kios)

Hadi menilai, meski ada pro dan kontra, sistem baru membuat pembayaran lebih transparan melalui Bank Jateng, serta pasar kini terlihat lebih hidup dan bersih.

Plt. Kabid Pasar Diskumperindag Kabupaten Semarang, Joko Prayitno, menegaskan bahwa pengelolaan Pasar Projosari tidak berada di bawah instansinya.

“Itu bukan kewenangan kami. Pengelolaannya di Kelurahan Harjosari atau LPMK. Kami tidak pernah koordinasi, karena memang bukan wilayah kami, ” ujar Joko.

Ia mengaku belum mengetahui alasan mengapa pasar itu tidak berada di bawah Diskumperindag. “Kalau nanti ada petunjuk dari Bupati untuk dialihkan ke kami, tentu siap kami jalankan, ” tambahnya.

Sementara itu, Sekretaris Kelurahan Harjosari, Surya Nugroho, memberikan klarifikasi berbeda. Ia menegaskan bahwa pengelolaan pasar kini langsung di bawah BKUD, dan pihak kelurahan hanya sebatas membantu koordinasi.

“Kontrak dan tarif sepenuhnya ditangani BKUD. Kami tidak punya wewenang dalam pengelolaan maupun penetapan harga sewa, ” tegas Surya.

Meski mengakui kondisi pasar kini lebih tertib, para pedagang berharap kebijakan tarif bisa lebih manusiawi dan fleksibel.

Skema pembayaran yang lebih ringan dinilai penting agar pedagang kecil tidak tersisih, serta roda ekonomi pasar rakyat tetap berputar.

“Kami hanya ingin bertahan hidup, bukan minta gratis. Asal sewanya wajar dan bisa dicicil, kami sanggupi, ” ujar seorang pedagang sembako penuh harap.

(Redaksi (JIS)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |