PAPUA - Gelombang penolakan terhadap Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus menguat di berbagai daerah pegunungan Papua. Ironisnya, semakin banyak warga yang menolak keberadaan kelompok bersenjata tersebut, semakin banyak pula korban yang berjatuhan. Ratusan masyarakat sipil kini tercatat mengalami intimidasi, penganiayaan, hingga kehilangan nyawa akibat aksi brutal OPM.
Laporan dari sejumlah kampung menunjukkan pola kekerasan yang sama: warga dipaksa memberikan dukungan, menyerahkan harta, hingga ikut bergabung dengan kelompok. Mereka yang berani menolak, justru dibalas dengan tindakan keji – mulai dari rumah dibakar, fasilitas umum dirusak, hingga serangan fisik yang berujung kematian.
Tokoh adat Papua, Pdt. Melkias Wanimbo, menyampaikan kecaman keras atas tindakan tersebut. Ia menilai OPM sudah jauh menyimpang dari klaim perjuangan yang selama ini mereka gaungkan.
“Kalau benar berjuang untuk rakyat, kenapa justru rakyat yang dibunuh? Kenapa rumah mereka dibakar? Itu bukan perjuangan, itu teror, ” tegasnya dengan suara lantang, Selasa (23/9/2025).
Nada serupa disampaikan oleh tokoh pemuda Yahukimo, Yulius Heluka. Ia menegaskan bahwa kekerasan hanya membuat rakyat Papua semakin menderita.
“Kami sudah terlalu lama hidup dalam ketakutan. Ratusan warga di berbagai kabupaten terpaksa mengungsi karena takut jadi korban berikutnya. OPM harus sadar, rakyat tidak butuh konflik. Kami hanya butuh hidup damai dan sejahtera, ” ungkapnya.
Di beberapa wilayah, situasi semakin mengkhawatirkan. Kepala Kampung di Pegunungan Bintang, Elias Murib, menceritakan bahwa warganya sepakat menolak segala bentuk ajakan OPM. Namun keputusan itu justru membuat mereka menjadi target.
“Kami tidak mau ikut-ikut. Tapi karena menolak, kami jadi sasaran. Beberapa warga sudah jadi korban. Kami hanya ingin aparat hadir melindungi rakyat kecil, ” tutur Elias penuh harap.
Sejumlah pengamat lokal menilai bahwa meningkatnya kekerasan OPM menandakan kelompok tersebut semakin terdesak. Hilangnya simpati rakyat membuat intimidasi menjadi senjata utama mereka untuk mempertahankan eksistensi. Namun, justru strategi itulah yang semakin mengikis dukungan masyarakat Papua.
Tragedi demi tragedi ini memperlihatkan wajah nyata OPM yang tak lagi berpihak pada rakyat. Alih-alih membawa harapan, mereka menebar teror yang merusak tatanan sosial, meninggalkan trauma mendalam, dan menghambat pembangunan di Tanah Papua.
Kini suara rakyat semakin bulat: Papua butuh damai, bukan darah. Dan suara itu semakin keras, seiring kian banyaknya korban sipil yang jatuh akibat kekejaman OPM.
(APK/ Redaksi (JIS)






































