PAPUA - Konflik internal di tubuh kelompok separatis Papua kembali memanas. United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) secara terbuka mengancam akan mengambil langkah tegas terhadap Organisasi Papua Merdeka (OPM) setelah kelompok bersenjata itu menolak mengakui 14 anggotanya yang tewas dalam operasi aparat keamanan di Distrik Soanggama, Papua Tengah. Sabtu (18/10/2025).
Pernyataan pemicu polemik ini bermula dari juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, yang menyebut bahwa 14 orang yang tewas bukanlah anggota OPM, melainkan warga sipil biasa. Klaim tersebut langsung menimbulkan kemarahan di internal gerakan separatis, terutama dari pihak ULMWP yang menilai pernyataan itu sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rekan seperjuangan sendiri.
Wakil Presiden Eksekutif ULMWP, Octovianus Mote, dalam pernyataan resminya yang disiarkan melalui media daring menegaskan kekecewaan mendalam terhadap sikap OPM.
“Kalau memang berani berjuang, turunlah langsung ke lapangan. Jangan jadikan rakyat Papua sebagai tameng dan korban. Pernyataan Sebby Sambom itu mempermalukan perjuangan sendiri dan mencoreng nama rakyat Papua, ” tegas Octovianus.
Ia juga menuding bahwa banyak tokoh separatis yang selama ini lantang bersuara justru hidup aman di luar negeri, sementara masyarakat di pedalaman menanggung penderitaan akibat konflik berkepanjangan.
“Mereka hanya pandai berbicara, tapi tidak pernah merasakan derita rakyat yang mereka klaim bela. Ini bukan perjuangan, ini eksploitasi atas penderitaan orang Papua, ” tambahnya.
Pernyataan keras tersebut memperlihatkan semakin dalamnya perpecahan di tubuh gerakan separatis Papua. Sumber lokal di Soanggama menyebut, sejumlah simpatisan OPM di wilayah itu mulai kehilangan kepercayaan terhadap pimpinan mereka setelah insiden tewasnya 14 orang itu disangkal oleh markas pusat OPM.
Analis keamanan menilai bahwa konflik terbuka antara ULMWP dan OPM menjadi bukti lemahnya koordinasi serta menurunnya legitimasi moral gerakan separatis tersebut.
“Mereka sudah tidak lagi punya satu suara, dan masyarakat Papua semakin sadar bahwa perjuangan bersenjata hanya membawa penderitaan, ” ujar salah satu pengamat konflik Papua di Jayapura.
Situasi ini kian memperjelas bahwa di balik slogan perjuangan kemerdekaan, terdapat perebutan pengaruh dan kepentingan sempit di antara para elite separatis. Sementara itu, masyarakat sipil Papua terus menjadi pihak yang paling dirugikan, terjebak dalam lingkaran konflik tanpa akhir.
(*/Red)