JAKARTA - Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) Indonesia mengumumkan langkah revolusioner untuk mengatasi problem klasik masa tunggu haji yang membebani umat. Sebuah perombakan sistem antrean haji skala besar tengah dipersiapkan, dengan target utama memangkas durasi tunggu yang selama ini bisa mencapai empat dekade lebih.
Transformasi signifikan ini diungkapkan langsung oleh Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, dalam sebuah diskusi publik yang diselenggarakan oleh Kebersamaan Pengusaha Travel Haji Umrah (Bersathu) di Novotel Hotel, Kota Tangerang, Banten, pada Senin (29/9/2025).
"Kami pasti banyak melakukan transformasi. Transformasi itu artinya berubah dari yang secara fisik, sifat, fungsi. Nah, kami ingin melakukan perubahan-perubahan yang lebih baik. Dan perubahan di awal itu akan menyebabkan turbulence, pasti nggak mudah, " ujar Dahnil Anzar Simanjuntak.
Dahnil Anzar Simanjuntak menyadari bahwa setiap perubahan mendasar pasti akan menemui resistensi. Ia dan Gus Irfan telah siap menghadapi gelombang protes yang mungkin timbul akibat kebijakan baru ini, sebab perubahan sebesar ini memang kerap menimbulkan gejolak di awal.
Salah satu pilar utama dari perombakan ini adalah penerapan pembagian kuota haji yang kembali merujuk pada undang-undang, dengan mempertimbangkan jumlah penduduk muslim di setiap daerah dan daftar tunggu haji. Selama ini, formula pembagian kuota dinilai tidak sesuai dengan amanat undang-undang.
"Selama ini pembagian kuota provinsi itu melanggar undang-undang. Rumusannya tidak sesuai. Bahkan BPK memberi catatan terkait hal itu. Tahun ini kami pastikan akan kembali merujuk pada Undang-undang Haji yang sudah direvisi, " jelas Dahnil Anzar Simanjuntak.
Undang-undang yang direvisi tersebut secara tegas mengatur bahwa pembagian kuota haji harus didasarkan pada dua kriteria utama: proporsi jumlah penduduk muslim di suatu daerah dan panjangnya daftar tunggu haji di wilayah tersebut. Sayangnya, formulasi ini belum pernah diterapkan secara optimal.
Menurut Dahnil Anzar Simanjuntak, dampak langsung dari perombakan ini adalah terciptanya pemerataan masa tunggu haji di seluruh penjuru Indonesia. Ia membandingkan kondisi saat ini yang menunjukkan disparitas signifikan.
"Jangka pendeknya, jumlah antrean atau lama antrean itu seluruh Indonesia nanti akan sama. Sekarang ini Bantaeng yang paling lama 48 tahun, Sulawesi 40 tahunan, Sumatera Utara 19 tahun, Banten 26-27 tahun, beda-beda. Nah, besok ketika formulasi kembali ke undang-undang, lama antrean semua daerah itu sama, yaitu 26-27 tahun, " paparnya.
Dengan sistem baru ini, ketimpangan masa tunggu haji antarwilayah akan terhapus. Dahnil Anzar Simanjuntak berpandangan bahwa langkah ini tidak hanya lebih adil bagi calon jemaah haji, tetapi juga krusial untuk memperbaiki tata kelola keuangan haji secara keseluruhan.
"Hal-hal seperti ini nanti dari sisi keuangan, dari sisi antrean, kita pastikan harus berkeadilan. Transformasi ini memang akan menimbulkan turbulence yang sangat berarti. Tapi pil pahit ini harus ditelan untuk memastikan perbaikan haji Indonesia lebih baik di masa yang akan datang, " pungkasnya. (PERS)