Sengketa Tanah di desa Malakosa Parigi Moutong: koordinasi Eksekusi Mengundang Polisi, Tapi Mengapa BPN Tidak Dilibatkan

17 hours ago 3

Parigi-Sulawesi Tengah-, 17Oktober 2025-Suasana tebak-tebikan menyelimuti rencana pelaksanaan eksekusi dalam sengketa tanah di Malakosa. Pengadilan Negeri (PN) Parigi telah mengeluarkan surat undangan rapat koordinasi pelaksanaan eksekusi untuk perkara Nomor 2/Pdt. Eks/2022/PN Prg jo Nomor 29/Pdt.G/2020/PN Prg, yang akan dilaksanakan pada Selasa, 21 Oktober 2025.

Yang mencolok dari surat undangan bernomor 186/KPN.W21-U7/HK2.4/X/2025 tersebut adalah daftar peserta yang diundang. Rapat yang membahas eksekusi tanah hanya mengundang tiga pihak, Kepala Kepolisian Resort Parigi Moutong, Kuasa Hukum Pemohon Eksekusi (Munafri, S.H. dkk), dan pihak termohon eksekusi, Sardin Monoarfa.

Kehadiran Kepolisian dapat dimaklumi untuk memastikan keamanan dan ketertiban selama proses eksekusi berlangsung.

Namun, ketidakhadiran Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam rapat ini justru menimbulkan tanda tanya besar. BPN adalah institusi kunci yang memiliki wewenang dan data autentik terkait sertifikat dan batas-batas tanah.

Seperti diketahui, inti sengketa ini adalah klaim dari pihak keluarga Sardin Monoarfa bahwa "tanah yang tercantum dalam sertifikat tidak sesuai dengan lokasi yang sebenarnya." 

Persoalan mendasar seperti ini seharusnya melibatkan BPN selaku pihak yang berwenang untuk melakukan verifikasi, pemeriksaan, dan klarifikasi di lapangan.

Ketidakhadiran BPN dalam rapat koordinasi ini memunculkan beberapa pertanyaan kritis:

1. Apakah eksekusi akan dipaksakan tanpa penyelesaian masalah fundamental terkait keabsahan dan kejelasan objek tanah?

2. Bagaimana mungkin eksekusi terkait sengketa tanah bisa dilaksanakan tanpa melibatkan institusi yang paling memahami status hukum dan fisik tanah tersebut?

3. Apakah keputusan eksekusi ini telah mempertimbangkan secara komprehensif bukti dan argumentasi dari pihak Sardin Monoarfa mengenai ketidaksesuaian sertifikat?

Keluarga Sardin Monoarfa, yang telah bertekad bulat untuk mempertahankan lahan mereka, memandang langkah Pengadilan Negeri Parigi ini sebagai sebuah kekeliruan prosedur yang berpotensi menimbulkan konflik baru. 

Eksekusi yang tidak melibatkan BPN dinilai akan mengabaikan akar permasalahan dan berisiko melanggar hak-hak substantif dari pemilik tanah yang sebenarnya.

“Kami berkomitmen untuk mempertahankan hak kami. Masalah utama adalah sertifikatnya yang tidak sesuai lokasi, tetapi mengapa BPN justru tidak dilibatkan? Ini seperti membangun rumah tanpa pondasi yang kuat. 

Kami meminta proses hukum yang adil dan transparan, yang menyelesaikan masalah dari akarnya, bukan sekadar eksekusi administratif, ” ujar keluarga Sardin.

pemerhati hukum menunggu penjelasan resmi dari Pengadilan Negeri Parigi mengenai alasan tidak diundangnya BPN dalam rapat koordinasi yang krusial ini. 

Langkah PN Parigi pada 21 Oktober nanti akan menjadi penentu apakah proses hukum ini benar-benar ditujukan untuk mencari keadilan substantif, atau hanya sekadar menjalankan eksekusi formalitas yang mengabaikan fakta di lapangan.(**)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |