JAKARTA – Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan hari Rabu (29/10/2025) diperkirakan akan berfluktuasi, dengan kecenderungan untuk ditutup melemah. Pengamat memproyeksikan rupiah akan bergerak di rentang Rp16.600 hingga Rp16.630.
Padahal, sehari sebelumnya, Selasa (28/10/2025), rupiah menunjukkan performa positif. Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Garuda ditutup menguat 0, 08% atau 13 poin, mencapai level Rp16.608 per dolar AS. Kinerja ini sejalan dengan melemahnya indeks dolar AS sebesar 0, 08% menjadi 98, 70.
Beberapa mata uang Asia lain juga terapresiasi signifikan terhadap dolar AS, di antaranya yen Jepang menguat 0, 49%, dolar Singapura naik 0, 12%, dolar Taiwan menguat 0, 33%, dan baht Thailand terapresiasi 0, 45%. Namun, tidak semua mata uang Asia menguat; won Korea Utara tercatat terdepresiasi 0, 44?n rupee India melemah tipis 0, 01%.
Sentimen domestik juga turut mewarnai pergerakan pasar. Menteri Keuangan Purbaya tengah menjadi perhatian pasar karena strateginya dalam mengelola rasio utang pemerintah yang telah menyentuh sekitar Rp9.000 triliun. Fokus kebijakan fiskal ini adalah meningkatkan efisiensi belanja anggaran dan memacu pertumbuhan ekonomi untuk menekan defisit dan menaikkan rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (tax-to-GDP ratio).
Menurut data, per akhir Juni 2025, total utang pemerintah pusat tercatat mencapai Rp9.138, 05 triliun, dengan komposisi Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp7.980, 87 triliun dan pinjaman senilai Rp1.157, 18 triliun. Rasio utang ini setara dengan 39, 86% terhadap PBD.
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, menyoroti bahwa efektivitas belanja ini sangat penting. "Dengan efektivitas belanja ini, pertumbuhan ekonomi akan lebih cepat, didukung oleh perbaikan di sektor penerimaan [pajak dan bea cukai] dan pertumbuhan sektor riil yang kuat. Dan pada gilirannya akan meningkatkan penerimaan pajak, " kata Ibrahim pada Selasa (28/10/2025).
Sementara dari sisi global, sentimen positif datang dari kesepakatan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kembali menghangat setelah sempat memanas. Rencananya, pertemuan antara pemimpin kedua negara akan dilangsungkan pada Kamis di Korea Selatan.
Selain itu, fokus pasar global tertuju pada kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed). Optimisme pasar meningkat bahwa The Fed akan melakukan pemangkasan suku bunga setidaknya 25 basis poin pada akhir pertemuan dua hari mereka hari Rabu ini. Optimisme ini didukung oleh data inflasi konsumen minggu lalu yang menunjukkan adanya sedikit penurunan inflasi pada bulan September.
Ibrahim menambahkan, adanya ketidakpastian yang lebih luas terkait ekonomi AS, terutama sinyal pendinginan pasar tenaga kerja dan penutupan pemerintahan yang sedang berlangsung, diperkirakan akan semakin mendorong The Fed untuk melakukan pelonggaran moneter.


















































