JAKARTA - Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai gaji guru dan dosen berbuntut panjang. Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, bahkan menilai sang menteri tidak memahami esensi Undang-Undang Dasar 1945.
Satriwan secara lugas menyatakan kekecewaannya. Menurutnya, pernyataan Sri Mulyani mengindikasikan kurangnya pemahaman tentang hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 31 UUD 1945.
“Ini menandakan bahwa Bu Menteri tidak memahami, tidak mengerti betul itu yang apa spirit dari Pasal 31 undang-undang Dasar 45 bahwa untuk mendapatkan pendidikan adalah hak warga negara, ” ujar Satriwan saat dihubungi Wartawan, Senin (11/8/2025).
UUD 1945, lanjut Satriwan, telah mengamanatkan bahwa negara wajib membiayai pendidikan nasional demi memberikan pelayanan pendidikan yang layak bagi seluruh warga negara. Lebih jauh lagi, Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 secara eksplisit menyebutkan tujuan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Guru dan dosen, sebagai garda terdepan dalam mencapai tujuan mulia tersebut, selayaknya mendapatkan apresiasi dan kesejahteraan yang memadai. Satriwan menyayangkan kenyataan bahwa profesi yang mulia dan terhormat ini seringkali tidak diimbangi dengan kesejahteraan yang sepantasnya.
“Dalam kenyataannya mereka profesi mulia terhormat bermartabat, tetapi mereka tidak mendapatkan kesejahteraan yang sesuai dengan apa yang sudah mereka lakukan untuk mencapai cita-cita mulia tadi, ” ujar Satriwan.
Menurut Satriwan, ini bukan pertama kalinya pernyataan Sri Mulyani menimbulkan kesan kurang menghargai profesi guru dan dosen. Ia menyinggung pernyataan Sri Mulyani pada tahun 2018 yang menyoroti besarnya anggaran untuk tunjangan sertifikasi guru namun kualitas pendidikan dinilai masih rendah. Kemudian, pada tahun 2024, Sri Mulyani menawarkan skema baru dalam penghitungan APBN untuk pendidikan, yaitu mandatory budgeting minimal 20 persen dari pendapatan, bukan dari pengeluaran APBN.
Satriwan menekankan pentingnya kesadaran Sri Mulyani akan fundamentalnya sektor pendidikan dan kesehatan dalam memajukan sumber daya manusia.
“Bu Sri Mulyani mesti menginsafi, menyadari bahwa untuk aspek dalam tata kelola negara, khususnya aspek pendidikan dan sektor kesehatan, ini adalah dua sektor yang paling fundamental untuk memajukan sumber daya manusia, ” kata Satriwan.
“Pendidikan itu memang harus dibiayai oleh negara karena itu adalah tugas, itu kewajiban negara dan pemerintah secara konstitusional, ” ujar dia.
Sebelumnya, Sri Mulyani menyoroti keluhan mengenai rendahnya gaji guru dan dosen di Indonesia, mengakui bahwa hal ini merupakan tantangan dalam pengelolaan anggaran negara. Ia kemudian mempertanyakan apakah masyarakat perlu ikut menanggung gaji guru dan dosen agar profesi ini mendapatkan gaji yang layak, mengingat keterbatasan APBN.
“Ini salah satu tantangan bagi keuangan negara. Apakah semuanya harus dibiayai oleh keuangan negara atau ada partisipasi dari masyarakat?” ucap Sri saat menghadiri acara Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia 2025, Kamis (7/8/2025).
Ucapan inilah yang kemudian memicu gelombang kritik. Banyak pihak menilai Sri Mulyani kurang peka terhadap kondisi para tenaga pendidik yang masih berjuang dengan gaji minim. Saya sendiri jadi teringat cerita seorang guru honorer di kampung halaman yang harus bekerja serabutan demi mencukupi kebutuhan hidup. Ironis, mengingat jasa mereka dalam mencerdaskan anak bangsa tak ternilai harganya. (Kabar Menteri)