SOPPENG SULSEL— Ruang sidang Pengadilan Agama (PA) Watansoppeng mendadak hening dan penuh haru ketika dua pihak yang bersengketa dalam perkara waris akhirnya memilih berdamai sebelum eksekusi dilakukan. Momen ini terjadi saat sidang Aanmaning (teguran) yang dipimpin Ketua PA Watansoppeng, Drs. H. Mursidin, M.H., pada Rabu (27/8/2025).
Keputusan damai tersebut menjadi akhir dari sengketa panjang yang telah berlangsung sejak tahun 2022. Perkara waris itu bahkan telah melewati jalur hukum hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung, namun tak kunjung menemukan titik temu, sebelum akhirnya pintu perdamaian terbuka di Watansoppeng.
Panitera PA Watansoppeng, Shafar Arfah, S.H., M.H., yang baru sebulan bertugas setelah mutasi dari PA Sidrap, menjadi sosok yang memfasilitasi komunikasi intensif antar pihak. Dengan bimbingan Ketua PA, ia berhasil menghadirkan solusi damai yang tidak hanya menyelesaikan persoalan hukum, tetapi juga mempertemukan kembali ikatan kekeluargaan yang sempat renggang.
Setelah kesepakatan ditandatangani, suasana berubah mengharukan. Pemohon Eksekusi dan Termohon Eksekusi larut dalam isak tangis. Air mata yang pecah di ruang sidang bukan sekadar simbol penyesalan, melainkan juga kelegaan atas berakhirnya konflik bertahun-tahun.
“Alhamdulillah, perkara ini bisa selesai secara damai. Tidak ada yang lebih berharga daripada silaturahmi yang kembali terjaga, ” ujar Ketua PA Watansoppeng, Drs. H. Mursidin, M.H., penuh syukur.
Senada, Panitera Shafar Arfah menyebut perdamaian sebagai jalan paling mulia. “Eksekusi bisa saja dilakukan, tapi damai jauh lebih bermakna. Kami hanya memfasilitasi, selebihnya adalah keikhlasan para pihak untuk berdamai, ” ucapnya.
Kesepakatan damai ini mendapat sambutan positif dari keluarga besar kedua belah pihak yang hadir di persidangan. Mereka menilai langkah tersebut sebagai titik terang yang mengakhiri perselisihan panjang dan membuka ruang untuk merajut kembali kebersamaan.
Bagi masyarakat, perdamaian ini menjadi contoh nyata bahwa penyelesaian sengketa keluarga sebaiknya mengedepankan nilai kekeluargaan dan kearifan lokal. Putusan hukum bisa saja memberi kepastian, namun damai memberi kelegaan dan menjaga harmoni sosial.
Dengan berakhirnya perkara ini, Pengadilan Agama Watansoppeng tidak hanya mencatat penyelesaian sengketa, tetapi juga sebuah kisah perdamaian yang menyentuh hati, ketika air mata mampu menjadi jembatan menuju rekonsiliasi keluarga.( Herman Djide)