PAPUA - Dalam beberapa hari terakhir, kelompok bersenjata yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) kembali melontarkan pernyataan provokatif terkait rencana pembangunan pos militer TNI di wilayah Puncak Jaya dan sembilan wilayah lainnya yang mereka klaim sebagai “zona perang.” Selain itu, mereka juga mengancam akan melancarkan serangan terhadap aparat TNI-Polri serta memberikan ultimatum kepada masyarakat non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut. Jum'at 25, April 2025.
Namun, pernyataan tersebut tidak hanya menyesatkan, tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku di Indonesia. Kehadiran TNI di Papua, termasuk pembangunan pos militer di wilayah-wilayah rawan, merupakan langkah legal, konstitusional, dan sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia.
Landasan Hukum Kehadiran TNI
TNI hadir di Papua untuk menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan bangsa, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 30, serta dalam Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 yang mengatur tentang tugas TNI, termasuk dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) untuk mengamankan wilayah perbatasan dan mengatasi kelompok separatis bersenjata. Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 menegaskan tugas TNI untuk mengamankan wilayah-wilayah yang rawan konflik.
Pembangunan pos militer di Puncak Jaya dan wilayah sekitarnya bukanlah bentuk provokasi, tetapi bagian dari upaya TNI untuk menjaga keamanan dan stabilitas, serta memberikan perlindungan bagi masyarakat sipil dan aktivitas pembangunan nasional.
Pendekatan TNI yang Humanis dan Teritorial
TNI tidak hanya berfungsi sebagai penjaga keamanan, tetapi juga sebagai agen pembangunan sosial. Sesuai dengan Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang percepatan pembangunan kesejahteraan Papua, TNI berperan dalam mendukung Pemda dalam pelayanan dasar, pendidikan, dan kesehatan, serta membangun komunikasi sosial yang inklusif di Papua.
Dalam menghadapi ancaman nyata, TNI tetap berkomitmen menjalankan tugas dengan pendekatan yang proporsional, profesional, dan memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM), sebagaimana diatur dalam Hukum Humaniter Internasional.
Ancaman TPNPB-OPM: Tindakan Terorisme yang Melanggar Hukum
Ancaman dan serangan oleh TPNPB terhadap masyarakat sipil, termasuk guru, tenaga medis, dan pekerja infrastruktur, serta fasilitas umum, merupakan tindakan yang melanggar hukum. Dalam hal ini, Undang-Undang RI No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyebutkan bahwa penggunaan kekerasan untuk menciptakan teror terhadap masyarakat sipil adalah tindak pidana terorisme.
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis ini juga melanggar prinsip Hukum Humaniter Internasional, yang mengharuskan adanya perbedaan antara kombatan dan sipil, proposionalitas dalam serangan, dan perhatian terhadap perlindungan masyarakat sipil.
Kesimpulan: Kehadiran TNI di Papua adalah Kehadiran Negara, Bukan Penindasan
TNI hadir di Papua bukan untuk menciptakan konflik, melainkan untuk memastikan hak dasar setiap warga negara Indonesia termasuk masyarakat asli Papua untuk hidup dalam keamanan, keadilan, dan perdamaian. Setiap langkah yang diambil oleh TNI adalah bentuk nyata kehadiran negara dalam menjaga kedaulatan, mewujudkan pembangunan, dan melindungi masyarakat dari kekerasan.
Tidak ada tempat bagi kelompok-kelompok yang mengandalkan kekerasan dan teror untuk memaksakan kehendaknya di dalam negara hukum. TNI akan tetap menjalankan tugasnya secara profesional dan responsif, dengan penuh komitmen terhadap penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan integritas wilayah NKRI.
Autentikasi:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono