TNI Non-Organik Dinilai Jadi Penopang Keamanan dan Harapan Baru bagi Papua Pegunungan

3 hours ago 2

JAYAPURA - Isu penarikan pasukan TNI non-organik dari Papua Pegunungan kembali mencuat setelah sekelompok pemuda gereja menyampaikan permohonan resmi kepada Komnas HAM RI. Namun, desakan tersebut justru memunculkan pandangan berbeda dari tokoh masyarakat dan adat setempat. Mereka menilai, keberadaan TNI non-organik sangat vital untuk menjaga stabilitas keamanan di wilayah yang hingga kini masih rawan oleh gangguan kelompok bersenjata. Kamis (25/09/2025).

Situasi Masih Rawan, Warga Butuh Perlindungan

Tokoh masyarakat Papua Pegunungan, Pdt. Yonas Tabuni, menegaskan bahwa kondisi di sejumlah distrik seperti Nduga, Lanny Jaya, dan Jayawijaya masih jauh dari kata aman. Menurutnya, ancaman kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) masih sering menghantui warga sipil.

“Tidak benar kalau dikatakan Papua Pegunungan sudah aman. Faktanya, masih banyak gangguan keamanan dari kelompok separatis bersenjata. Kehadiran TNI non-organik justru untuk melindungi warga, bukan sebaliknya, ” ujarnya, Selasa (23/9/2025).

TNI Hadir dengan Pendekatan Humanis

Lebih dari sekadar operasi militer, kehadiran TNI non-organik di Papua juga membawa manfaat nyata bagi kehidupan sehari-hari masyarakat. Pdt. Yonas mencontohkan berbagai kegiatan sosial yang dilakukan aparat: pelayanan kesehatan gratis, renovasi rumah ibadah, hingga membantu warga membuka akses jalan ke daerah terpencil.

“Ini bukti bahwa mereka tidak hanya datang dengan senjata, tetapi juga dengan hati. Pendekatan mereka lebih holistik, tidak hanya soal keamanan, tetapi juga soal kemanusiaan, ” tambahnya.

Tokoh Adat: Jangan Ada Narasi Menyesatkan

Pandangan senada disampaikan tokoh adat Jayawijaya, Markus Wetipo. Ia menilai kehadiran pasukan non-organik telah membantu mengurangi rasa takut masyarakat akibat aksi kelompok separatis.

“Kalau TNI ditarik, siapa yang menjamin keselamatan warga? Justru karena ada aparat yang kuat, kelompok bersenjata tidak leluasa mengganggu masyarakat, ” tegasnya.

Markus juga membantah tudingan bahwa TNI merusak fasilitas umum atau mengambil hasil kebun warga. “Saya sering melihat aparat justru membantu masyarakat bertani, memberikan bibit, bahkan membagikan kebutuhan pokok. Jangan sampai ada narasi menyesatkan yang memperkeruh keadaan, ” katanya.

Strategi Negara untuk Jaga Papua

Pemerintah pusat menegaskan, penempatan pasukan non-organik di Papua bersifat sementara dan disesuaikan dengan kondisi lapangan. Tujuannya jelas: memastikan pembangunan, pendidikan, dan pelayanan kesehatan tidak terganggu oleh aksi kekerasan.

Dalam konteks ini, desakan penarikan pasukan dinilai tidak sepenuhnya mewakili suara masyarakat Papua Pegunungan. Sebab, banyak warga justru berharap aparat keamanan tetap hadir, demi terciptanya rasa aman yang menjadi prasyarat bagi roda pembangunan.

Keamanan sebagai Pondasi Pembangunan

Realitas di Papua Pegunungan menunjukkan bahwa keamanan dan pembangunan tidak bisa dipisahkan. Tanpa perlindungan yang kuat, program pembangunan yang digulirkan pemerintah berisiko terhambat oleh ancaman kelompok bersenjata.

Kehadiran TNI non-organik sejauh ini telah menjadi penopang penting bagi stabilitas. Dengan perlindungan aparat, masyarakat bisa beraktivitas lebih tenang, anak-anak bisa bersekolah, dan pelayanan kesehatan bisa menjangkau daerah-daerah terpencil.

Penutup

Kontroversi mengenai kehadiran TNI non-organik di Papua Pegunungan seolah memperlihatkan tarik menarik dua pandangan: penarikan pasukan demi penghormatan HAM, atau mempertahankan mereka demi menjamin keamanan. Namun bagi banyak warga, jawabannya lebih sederhana: mereka butuh rasa aman.

Kehadiran TNI non-organik bukan hanya soal senjata, tetapi juga soal pelayanan sosial, kepedulian kemanusiaan, dan harapan akan masa depan Papua yang lebih damai dan sejahtera.

(Redaksi (JIS)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |