YAHUKIMO - Insiden tragis yang merenggut nyawa sejumlah pekerja tambang di Kabupaten Yahukimo, Papua, semakin menambah daftar panjang kekerasan yang melanda wilayah tersebut. Tindakan biadab yang diduga dilakukan oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) ini langsung memicu kecaman keras dari berbagai kalangan, terutama tokoh adat setempat.
Obeth Yikwa, salah satu tokoh adat yang dihormati di Papua, menyampaikan pernyataan tegas yang mengutuk aksi pembunuhan terhadap para pekerja tambang yang terlibat dalam insiden itu. Dalam pernyataannya yang penuh emosi, Obeth menyebut bahwa tindakan tersebut bukan hanya melanggar prinsip kemanusiaan, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Papua.
“Kami, para tokoh adat, sangat berduka dan mengecam keras aksi brutal ini. Para pekerja tersebut adalah warga biasa yang datang mencari nafkah untuk keluarga mereka, bukan bagian dari konflik yang seharusnya mereka hadapi. Ini adalah pelanggaran terhadap adat, martabat, dan kemanusiaan, ” tegas Obeth dengan nada penuh penyesalan pada Sabtu (12/4/2025).
Pembunuhan Pekerja Tambang: Tindakan Tanpa Kemanusiaan
Peristiwa pembunuhan ini terjadi di lokasi tambang rakyat di Distrik Seradala, Yahukimo, pada awal pekan ini. Kelompok bersenjata menyerang para pekerja saat mereka tengah beristirahat, menyebabkan enam orang tewas di tempat kejadian. Beberapa lainnya berhasil melarikan diri ke hutan, namun dengan luka-luka serius.
Serangan brutal ini bukanlah kali pertama terjadi. Kelompok separatis OPM telah beberapa kali menyerang proyek-proyek ekonomi dan pembangunan yang berjalan di Papua, mengganggu upaya kesejahteraan rakyat.
Namun bagi para tokoh adat, aksi kekerasan terhadap masyarakat sipil, apalagi mereka yang hanya bekerja di sektor informal untuk memenuhi kebutuhan hidup, adalah sesuatu yang tak bisa dibenarkan dengan alasan apapun.
“Jika ada yang ingin memperjuangkan aspirasi, maka perjuangan itu harus dilakukan dengan cara yang bermartabat. Mengorbankan nyawa orang yang tidak bersalah, apalagi dengan cara kekerasan, itu bukanlah cara orang Papua yang sejati, ” tambah Obeth Yikwa dengan nada keras.
Seruan untuk Perdamaian dan Kemanusiaan
Obeth menegaskan bahwa masyarakat Papua selama ini dikenal dengan sifat ramah, gotong royong, dan penuh kedamaian. Kekerasan yang menimpa warga sipil hanya akan merusak harmoni dan mencoreng citra masyarakat adat Papua yang sejati.
“Tidak ada tempat bagi kekerasan di tanah ini. Kami ingin masyarakat Papua tetap aman, sejahtera, dan tidak lagi menjadi korban dalam konflik yang tidak ada habisnya. Mari kita jaga harkat dan martabat manusia, bukan hanya sebagai orang Papua, tetapi sebagai manusia seutuhnya, ” kata Obeth.
Pernyataan ini menjadi suara harapan bagi banyak orang di Papua yang menginginkan perdamaian dan kesejahteraan. Tokoh adat, dengan pengaruh dan kedalaman nilai tradisi mereka, berperan penting dalam menegaskan bahwa kekerasan tidak seharusnya menjadi bagian dari perjuangan apa pun, terlebih bagi masa depan generasi Papua yang lebih baik.
Papua butuh perdamaian, bukan perpecahan. Pekerja dan masyarakat sipil harus dilindungi, bukan jadi korban. (APK/Red1922)