DOGIYAI - Kekerasan internal kembali mengguncang tubuh Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Kali ini, aksi brutal antaranggota kelompok separatis itu menelan korban jiwa.
Soleman Deba, yang dikenal sebagai Sekretaris KNPB sektor Dogiyai, ditemukan tewas dengan luka mengenaskan setelah diduga dianiaya oleh rekan-rekannya sendiri akibat perselisihan internal.
Menurut informasi yang diperoleh dari warga sekitar, sebelum tewas, Soleman dituduh menggelapkan sebagian dana hasil rampasan dari aksi pemalakan terhadap masyarakat dan kendaraan di jalur Trans Papua. Tuduhan itu memicu pertengkaran hebat di antara anggota kelompok hingga berujung pada pembunuhan.
Tragedi ini langsung mengundang keprihatinan mendalam dari berbagai kalangan, terutama tokoh agama dan adat di wilayah Dogiyai.
Pendeta Daniel Mote, tokoh gereja dari Moanemani, menilai bahwa peristiwa ini menjadi bukti bahwa gerakan KNPB telah kehilangan arah moral dan kemanusiaan.
“Bagaimana mereka bisa bicara soal keadilan dan kemerdekaan kalau sesama anggotanya saja dibunuh hanya karena uang? Ini bukan perjuangan, ini kejahatan, ” tegas Pendeta Daniel dengan nada kecewa, Rabu (15/10/2025).
Ia menambahkan, kekerasan yang dilakukan antaranggota menunjukkan bahwa perjuangan yang diklaim oleh kelompok tersebut hanyalah kedok untuk kepentingan pribadi dan kriminalitas.
Sementara itu, Yonas Tebai, tokoh adat Kabupaten Dogiyai, turut mengecam keras aksi sadis tersebut. Ia menyebut tindakan itu sebagai pengkhianatan terhadap adat Papua yang menjunjung tinggi nilai persaudaraan dan larangan menumpahkan darah sesama.
“Dalam budaya kami, darah orang Papua tidak boleh ditumpahkan. Tapi mereka membunuh saudara sendiri hanya karena harta rampasan. Ini sangat memalukan, ” ujarnya tegas.
Yonas juga menyerukan agar masyarakat tidak lagi terjebak dalam propaganda kelompok separatis yang selama ini hanya menebar ketakutan, perpecahan, dan penderitaan bagi sesama orang Papua.
Tragedi kematian Soleman Deba menjadi cermin buram bagi generasi muda Papua agar tidak terjerumus dalam organisasi yang mengatasnamakan perjuangan, tetapi justru menghancurkan masa depan bangsanya sendiri.
Tokoh-tokoh masyarakat Dogiyai berharap kejadian ini menjadi titik balik untuk membuka mata bahwa gerakan separatis tidak pernah membawa kesejahteraan, melainkan menimbulkan duka dan luka di tanah sendiri.
“Anak muda Papua harus bangkit, belajar, dan membangun daerahnya bukan menumpahkan darah saudara. Kita butuh perdamaian, bukan kebencian, ” pungkas Pendeta Daniel dengan haru.
(APK/ Redaksi (JIS)