JAKARTA - Sebuah era baru dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah dimulai. Rancangan Undang-Undang Perubahan ke-4 Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN resmi disahkan menjadi undang-undang. Keputusan bersejarah ini diambil dalam Rapat Sidang Paripurna ke-6 masa persidangan I tahun 2025-2026, menandai langkah signifikan dalam reformasi tata kelola BUMN di tanah air.
Perubahan fundamental ini membawa implikasi besar, terutama pada struktur pengawasan. Wakil Ketua Komisi VI, Andre Rosiade yang juga merangkap sebagai Ketua Panja RUU BUMN, mengungkapkan pergeseran krusial ini.
"Sekarang fungsi pengawasan itu dilakukan oleh Dewas Danantara, " ujar Andre penuh keyakinan saat ditemui di gedung DPR RI Jakarta, Kamis (2/10). Pernyataan ini menegaskan bahwa tugas pengawasan yang sebelumnya berada di bawah Kementerian BUMN, kini beralih dan berada langsung di bawah koordinasi Dewan Pengawas Danantara.
Pengesahan undang-undang baru ini membawa sejumlah pengaturan strategis yang patut dicermati. Salah satunya adalah pembentukan lembaga baru yang bertugas menyelenggarakan pemerintahan di bidang BUMN, dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN). Negara juga menegaskan komitmennya dengan kepemilikan saham seri A dwiwarna sebesar 1% pada BP BUMN.
Lebih lanjut, undang-undang ini merombak komposisi saham pada perusahaan induk, baik yang bergerak di bidang investasi maupun operasional, yang berada di bawah badan pengelola investasi Danantara. Ada pula penegasan larangan rangkap jabatan bagi Menteri dan Wakil Menteri pada posisi Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN, sebagai respons terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang mengedepankan independensi.
Ketentuan mengenai anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN yang bukan merupakan penyelenggaraan negara juga dihapuskan. Posisi Dewan Komisaris pada Holding Investasi dan Holding Operasional akan diisi oleh para profesional yang memiliki keahlian di bidangnya. Ini menjadi angin segar bagi peningkatan profesionalisme dalam pengelolaan BUMN.
Di sisi lain, kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh badan pemeriksa keuangan diperkuat untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana negara. BP BUMN juga mendapat tambahan kewenangan untuk mengoptimalkan peran BUMN secara keseluruhan. Komitmen terhadap kesetaraan gender pun dipertegas, memastikan karyawan BUMN yang menduduki jabatan strategis seperti Direksi, Komisaris, dan Manajerial mencerminkan keberagaman.
Pengaturan terkait perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan Holding Operasional, Holding Investasi, atau pihak ketiga akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Namun, ada pengecualian terhadap penguasaan BP BUMN terhadap BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal. Undang-undang ini juga mengatur mekanisme peralihan status kepegawaian dari Kementerian BUMN ke BP BUMN, serta berbagai substansi penting lainnya yang akan membentuk wajah baru pengelolaan BUMN ke depan. (PERS)