Wali Kota Ramlan Nurmatias Soroti Tantangan Otonomi Daerah dan Dedikasi Kota Bukittinggi sebagai Kota Perjuangan

5 hours ago 3

Bukittinggi- Muskomwil 1Apeksi 2025 digelar di Pendopo Rumah Dinas Walikota Bukittinggi di Jalan Perwira Belakang Balok, pada Selasa (29/04/2025).

Dalam sambutannya di pembukaan Musyawarah Komisariat Wilayah I APEKSI 2025, Wali Kota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias, menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada seluruh tamu undangan yang hadir, termasuk Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Aryo Sugiarto, Menteri Kebudayaan Dr. H. Fadli Zon, serta para kepala daerah dari 24 kota di Indonesia, Forkopimda serta hadirin undangan.

Ia membuka sambutan dengan menegaskan identitas Bukittinggi sebagai kota yang memiliki nilai sejarah dan perjuangan yang tinggi.

“Bukittinggi ini bukan sekadar kota wisata, tapi juga kota perjuangan. Di sinilah berdirinya Polwan pertama di Indonesia. Bukittinggi juga pernah menjadi pusat pemerintahan sebanyak lima kali. Pernah menjadi ibu kota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), ibu kota Sumatera Tengah, ibu kota Provinsi Sumatera Barat, ibu kota Kabupaten Agam, dan kini menjadi kota otonom sendiri, ” papar Ramlan.

Ia mengingatkan bahwa dari kota kecil inilah lahir tokoh-tokoh besar bangsa, seperti Mohammad Hatta, M. Natsir, dan Usmar Ismail.

“Kita hari ini meresmikan nama jalan Haji Usmar Ismail, tokoh besar bangsa, seorang mayor, tentara, sekaligus bapak perfilman nasional yang lahir di Bukittinggi. Ini bentuk penghormatan kita kepada beliau. Bahkan keluarga beliau hadir dari Jakarta untuk menyaksikan momen bersejarah ini, ” ujarnya.


Ramlan kemudian menyoroti persoalan serius mengenai pelemahan otonomi daerah. Ia menyampaikan kegelisahan kepala daerah yang kewenangannya kian terbatas karena terlalu banyak urusan yang ditarik ke pusat atau provinsi.

“Banyak kewenangan yang seharusnya menjadi tanggung jawab kota, kini diambil pusat atau provinsi. Contohnya terminal tipe A Bukittinggi. Setelah diserahkan ke pusat, malah tak terurus. Kotor, kumuh, tidak layak lagi disebut terminal. Padahal dulu kita serahkan dengan harapan akan dibenahi. Tapi kenyataannya tidak begitu, ” ungkapnya.

Ramlan juga menyoroti persoalan pendidikan menengah yang kini menjadi kewenangan provinsi. Ia menyampaikan bahwa daerah lebih tahu kondisi dan kebutuhan sekolah di wilayahnya.

“Saya alumni SMA 3 Bukittinggi. Sampai hari ini kondisinya mengenaskan. Padahal pendidikan adalah urusan dasar. Kami lebih tahu dan lebih dekat, tapi tidak bisa berbuat karena bukan kewenangan kami lagi, ” ujarnya dengan nada kecewa.

Tak hanya itu, Ramlan mengungkapkan keprihatinannya terhadap pengelolaan sumber daya alam, khususnya sungai Batang Agam yang menjadi bagian dari Geopark Nasional.

“Kami sudah berjuang sejak 2018 agar Ngarai Sianok masuk ke UNESCO Global Geopark. Alhamdulillah sekarang sudah masuk 3 besar. Tapi justru ketika sungai-sungai itu dikelola pusat, kami sulit bergerak. Mengeluarkan sendimen saja prosesnya panjang dan berbelit. Kalau tidak segera ditangani, bisa longsor. Apa gunanya kewenangan diambil tapi tidak terurus?” tegasnya

Ramlan juga mengkritik ketidakseimbangan antara peran kepala daerah dan kepala negara.

“Presiden sebelum dilantik sudah bisa menyusun kabinet. Tapi kepala daerah, walaupun dipilih rakyat juga, tidak bisa memilih SKPD-nya sendiri. Kadang SKPD yang ada tidak sejalan dengan visi misi kepala daerah. Ini tidak adil. Apa bedanya kepala daerah dengan kepala negara kalau sama-sama dipilih rakyat?” katanya.

Ia pun menekankan pentingnya mengembalikan roh otonomi daerah agar kepala daerah bisa benar-benar membangun daerah sesuai potensi dan kebutuhan masyarakatnya.

“Otonomi daerah itu bukan slogan. Tapi ruh pembangunan dari bawah. Kalau kewenangan terus ditarik, kepala daerah hanya jadi simbol tanpa kuasa. Ini yang harus kita suarakan dalam APEKSI, ” tuturnya.

Sambutan Ramlan diakhiri dengan harapan agar Muskomwil I APEKSI ini menjadi forum yang benar-benar memperjuangkan hak-hak daerah dan menghasilkan rekomendasi yang bermanfaat bagi seluruh kota di Indonesia.

“Kami sangat berharap Bapak Wakil Menteri Dalam Negeri bisa menjembatani suara-suara kepala daerah. Kita tidak anti-pusat, tapi kita ingin daerah diberi ruang yang adil untuk berkembang, ” pungkasnya.
(Lindafang)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |