JAKARTA - Tragedi finansial kembali menghantui pengelolaan dana negara. Kali ini, sebanyak 10 perusahaan manajer investasi harus menghadapi meja hijau sebagai terdakwa korporasi dalam kasus megakorupsi pengelolaan dana investasi PT Asabri. Skandal ini diduga telah menggerogoti kekayaan negara hingga lebih dari Rp7 triliun, bahkan ada catatan yang menyebutkan kerugian mencapai Rp22, 7 triliun.
Sepuluh institusi keuangan yang terseret dalam pusaran hukum ini adalah PT Asia Raya Kapital, PT Aurora Asset Management, PT Corfina Capital, PT Insight Investments Management, PT Maybank Asset Management, PT Millenium Capital Management, PT Oso Manajemen Investasi, PT Pool Advista Aset Manajemen, PT Recapital Asset Management, dan PT Victoria Manajemen Investasi. Nama-nama ini kini terpatri dalam daftar hitam pelaku korupsi yang merugikan banyak pihak.
Ironisnya, keterlibatan manajer investasi dalam kejahatan kerah putih ini bukanlah cerita baru. Jauh sebelum kasus Asabri terbongkar, publik telah dikejutkan dengan kasus serupa yang melibatkan 13 manajer investasi dalam skandal korupsi pengelolaan dana asuransi Jiwasraya. Kala itu, kerugian negara juga ditaksir mencapai triliunan rupiah, sebuah pola yang mengkhawatirkan terulang kembali.
Yang semakin memperparah situasi, kedua kasus besar ini memiliki benang merah yang sama: kehadiran sosok pengusaha kakap Benny Tjokrosaputro. Namanya kini tak bisa dilepaskan dari mega skandal yang melibatkan dana masyarakat, termasuk dana yang seharusnya melindungi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI). Benny Tjokrosaputro sendiri telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dalam kasus Asabri, sebuah vonis yang mencerminkan beratnya kejahatan yang dilakukannya.
Dalam petitum dakwaan yang diajukan terhadap kesepuluh manajer investasi, terungkap modus operandi yang sangat terstruktur. Mereka diduga bersekongkol dengan para terdakwa lain, termasuk Benny Tjokro dan jajaran direksi Asabri pada saat itu, untuk memperkaya diri sendiri dan pihak lain. Akibatnya, negara harus menanggung kerugian yang sangat besar, mencapai puluhan triliun rupiah.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, yaitu melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri telah menerima komisi berupa management fee yang tidak sah dalam pengelolaan investasi dalam produk reksadana milik Asabri yang dikendalikan oleh Heru Hidayat, Benny Tjrokrosaputro dan Lukman Purnomosidi, ” demikian kutipan dari dakwaan yang mengungkap praktik haram tersebut.
Sebelum kasus ini bergulir ke persidangan, tim penyidik antikorupsi Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 10 manajer investasi tersebut sebagai tersangka korporasi. Penetapan ini didasarkan pada hasil gelar perkara yang mendalam, yang mengungkap bahwa para manajer investasi tersebut tidak menjalankan fungsinya secara profesional dan independen. Investasi reksadana yang seharusnya dikelola dengan hati-hati justru dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan pribadi, yang berujung pada kerugian finansial negara.
“Dengan demikian, perbuatan manajer investasi tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan tentang pasar modal dan fungsi-fungsi manajer investasi, serta peraturan lainnya yang terkait, dan mengakibatkan kerugian keuangan negara pada PT. Asabri (Persero) sebesar Rp22, 789 triliun, ” tegas pernyataan Kejagung yang merinci pelanggaran tersebut.
Atas perbuatannya, kesepuluh manajer investasi dijerat dengan Pasal 2 jo. Pasal 3 Undang-Undang RI No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 3 dan Pasal 4 UU No.8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ancaman hukuman yang menanti mereka sungguh berat.
Upaya pemulihan aset negara terus dilakukan. Kejaksaan Agung baru-baru ini berhasil melelang tiga bidang tanah milik terpidana Benny Tjokrosaputro yang disita terkait kasus korupsi PT Asabri di Desa Muncung, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten. Pelelangan ini dilaksanakan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Tangerang I.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa hasil penjualan ketiga bidang tanah tersebut mencapai Rp4.540.635.000. (Wajah Koruptor)