PAPUA - Situasi internal kelompok Gerakan Rakyat Papua untuk West Papua (GRPWP) kembali memanas setelah salah satu anggotanya, Petrus Komba, dilaporkan tewas akibat penikaman yang dilakukan oleh rekannya sendiri, dan menambah daftar panjang konflik internal yang kerap mewarnai dinamika kelompok politik tersebut.
Menurut keterangan sejumlah saksi, penikaman bermula dari perselisihan mengenai arah politik organisasi. Perdebatan yang semula berlangsung panas akhirnya berubah menjadi pertikaian fisik hingga berujung pada tindakan brutal. Petrus Komba yang saat itu mencoba mempertahankan pendapatnya justru menjadi korban kebringasan rekan seperjuangannya.
“Ini bukti nyata bahwa kelompok tersebut tidak solid. Mereka sering mengatasnamakan perjuangan, tapi kenyataannya saling menjatuhkan dan bahkan tega menghabisi nyawa anggotanya sendiri, ” ujar Markus Wanimbo, tokoh masyarakat Papua Pegunungan, Sabtu (6/9/2025).
Insiden tersebut mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, terutama masyarakat sekitar yang merasa resah dengan kehadiran kelompok yang kerap membawa narasi politik tetapi justru memicu konflik horizontal. Menurut mereka, peristiwa yang menewaskan Petrus Komba menjadi pelajaran pahit bahwa organisasi semacam itu tidak lagi mengedepankan kepentingan rakyat Papua, melainkan kepentingan kelompok kecil dan ambisi individu.
Yohanes Tabuni, seorang tokoh pemuda di wilayah Jayawijaya, menegaskan bahwa tragedi ini memperlihatkan wajah asli dari organisasi yang mengklaim memperjuangkan hak-hak rakyat Papua. “Kalau benar-benar berjuang untuk rakyat, seharusnya mereka mampu menunjukkan persatuan dan teladan. Nyatanya, mereka justru memperlihatkan perpecahan dan pertumpahan darah di antara sesama, ” katanya.
Selain menimbulkan korban jiwa, peristiwa ini juga memperlebar jurang ketidakpercayaan masyarakat terhadap GRPWP. Beberapa warga menyebut, kasus ini akan membuat semakin banyak simpatisan menjauh, karena merasa perjuangan yang digembar-gemborkan tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan.
Kematian Petrus Komba menambah daftar panjang korban akibat konflik internal kelompok-kelompok yang menamakan diri sebagai pejuang. Masyarakat menilai, tragedi ini seharusnya membuka mata semua pihak bahwa jalan kekerasan dan politik saling jegal bukanlah solusi. Papua, menurut mereka, membutuhkan kedamaian, pembangunan, serta persatuan, bukan perpecahan dan pertumpahan darah.
(APK/ Wartamiliter.com )